xxx

NavBar

Search This Blog

coolesr

Text

Kamis, 23 Februari 2012

ILMU NEGARA

Kejadian akhir-akhir ini di Tunisia dan Mesir belum banyak, kalau tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali, dibahas dalam buku-buku Ilmu Negara. Jabatan Presiden secara umum diberikan untuk jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, seorang Presiden harus diberikan kesempatan untuk memegang jabatan itu selama jangka waktu yang telah ditentukan. Keinginan untuk mengganti seorang Presiden sebelum masa jabatan berakhir karena dianggap gagal semestinya tidak boleh dilakukan sebab penilaian tentang berhasil atau gagas harus dilakukan pada akhir masa jabatan.Ilmu Negara mempelajari negara secara umum, mengenai asal usulnya, wujudnya, lenyapnya, perkembangannya, dan jenis-jenisnya. Obyek penyelidikan Ilmu Negara ialah negara-negara secara umum sehingga ia sering disebut Ilmu Negara Umum.[1]
Hubungan antara negara dengan hukum
Hubungan antara negara dan hukum sebenarnya agak bersahaja dalam teori kedaulatan negara dalam pelbagai rupa bentuknya. Hukum tidak lain dari pada kemauan negara yang telah dinyatakan. Wujud negara terdiri atas paksaan kemauannya secara tidak terbatas akan orang-orang lain; inilah perumusan memerintah dan dalam pemeritahan itu terletak asas negara sebagaimana dikemukakan Jellineck bahwa negara mempunyai kekuasaan memerintah maka memerintah berarti mempunyai kecakapan untuk dijalankan dengan tiada bersyarat, Hanya negara mempunyai kekuasaan itu untuk memaksakan dengan tiada bersyarat kemauannya kepada lain kemauan – Negara ialah bentuk ikatan manusia-manusia yang tinggal di dalamnya yang diperlengkapi dengan kekuasaan memerintah yang aseli.
Sementara itu menurut Austin: Tiap hukum positif ataupun tiap hukum yang dikatakan demikian, telah ditetapkan oleh seseorang yang berdaulat, atau badan yang berdaulat yang diberikan kepada anggota atau anggota-anggota badan politik yang bebas, di dalam mana orang atau badan itu berdaulat atau mempunyai kekuasaan tertinggi. Apabila seorang pribadi yang superior yang tak tunduk pada sesama orang yang superior, menerima ketaatan dari sebagian besar masyarakat yang tertentu maka manusia superior itu berdaulatlah dalam masyarakat tersebut.[2]
Dalam alam negara itupun ada dua macam hukum. Kita lihat adanya hukum yang mengemudikan negara dan hukum yang dipergunakan negara sebagai alat untuk memerintah.Yang pertama ialah hukum hukum konstitusionil yang lain untuk keperluan pembedaan dapat kita sebut hukum biasa. Yang pertama mungkin sebagian terwujudkan dalam undang-undang dasar yang tertulis, terbedakan dari undang-undang biasa dan pada umumnya berada di atas penguasaan legislatif biasa.[3] Negara adalah anak tetapi pula orang tua daripada hukum.[4]
Setiap organisasi ada peraturan-peraturan tata tertibnya. Satu bagian daripadanya di dalam organisasi yang bernama negara disebut tatahukum, yaitu semua peraturan yang dibuat atau diakui oleh pemerintah.[5]
Sumber hukum berjenis-jenis:[6] Kebiasaan; Agama; Yurisprudensi; Perundang-undangan dalam arti seluas-luasnya; Perjanjian-perjanjian; dan Ajaran para sarjana hukum.
Apakah hukum itu?:[7]
a. Madzab hukum alam: alam semesta mengandung dan manusia sebagai makluk yang berpikiran, perasaaan, dan kemauan mempunyai sejumlah kaidah-kaidah ideal (das sollen) yang dipakainya buat menilai kaidah-kaidah yang berlaku (das sein) dan jika mungkin mengubahnya sehingga makin memenuhi cita-cita keadilan.
b. Madzab analitis: hukum itu diperintahkan oleh di pemegang kuasa dalam negara dan dapat dipaksakannya. Tugas hukum itu mengatur hidup lahir, tindak tanduk manusia itu dalam negara, agar supaya sesuai dengan kehendak si pemegang kuasa.
c. Madzab sejarah (historis): hukum itu tumbuh dan berkembang dengan dan di dalam bangsa yang bersangkutan.
d. Madzab Wina: tata hukum itu adalah suatu tata keharusan. Dalam mengupasnya mesti dibuang jauh-jauh penilaian-penilaian moril dan penilaian politis.
e. Madzab sosiologis: hukum itu adalah ukuran umum dalam menilai sikap dan tindak tandung manusia tanpa pandang bulu. Dengan penilaian itu setiap orang dapat mengemukakan apakah sikap dan tindak tanduk orang lain baik atau jahat.

 
[1] M Solly Lubis, Ilmu Negara, Bandung, Mandar Maju, 2002, hlm. 1.
[2] Kranenburg, Ilmu Negara Umum, terjemahan Tk. B. Sabaroedin, Jakarta. Pradnya Paramita, 1986, hlm. 141.
[3] R.M Mac Iver, The Modern State, Negara Modern, terjemahan Moertono, Jakarta, Aksara Baru, 1977, hlm. 225.
[4] R.M Mac Iver, The Modern State, Negara Modern, terjemahan Moertono, Jakarta, Aksara Baru, 1977, hlm. 245.
[5] M. Hutauruk, Azas-azas Ilmu Negara, Jakarta, Erlangga, 1978, hlm. 109.
[6] M. Hutauruk, Azas-azas Ilmu Negara, Jakarta, Erlangga, 1978, hlm. 109.
[7] M. Hutauruk, Azas-azas Ilmu Negara, Jakarta, Erlangga, 1978, hlm. 111-113.

HUKUM KEWARISAN ISLAM

Definisi Hukum Kewarisan Islam
علم يعرف به من يرث ومن لايرث ومقدار كل وارث وكيفية التوزيع
Ilmu yang mempelajari tentang orang-orang yang mewarisi dan tidak mewarisi, kadar yang diterima setiap ahli waris dan cara pembagiannya
 Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing (KHI Pasal 171 (a)
Sumber Hukum Kewarisan Islam
Al-Qur’an, al:
An-Nisa (4): 7, 11, 12, al-Ahzab (33): 4-6 dan 40. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Penghapusan ketentuan, penerima warisan hanyalah kerabat laki-laki dan dewasa saja, an-Nisa (4): 7.
Penghapusan ikatan persaudaraan antara muhajirin dan ansor sebagai sebab mewarisi, al-Ahzab (33): 6.
Penghapusan pengangkatan anak sebagai dasar pewarisan, al-Ahzab (33): 4-5 dan 40.
Hadis
لايرث المسلم الكافر ولا الكافر المسلم
Ijtihad
Contoh: (a) masalah cucu yang bapaknya mati lebih dulu dari kakeknya dan mewarisi bersama saudara-saudara bapaknya (b) masalah ahli waris pengganti.

Tujuan Mempelajari
Mengetahui tata aturan hukum kewarisan Islam, menjadikannya pedoman dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kewarisan, dan mampu mengapresiasi masalah-masalah kewarisan.

Asas-asas Hukum Kewarisan Islam
1. Asas Ijbari
- proses peralihan harta dari si mati ke waris
- penerima harta warisan
- besar kecilnya bagian
2. Asas Akibat Kematian
3. Asas Bilateral
4. Asas Individual
5. Asas Keadilan Berimbang

Pluralisme Hukum Kewarisan di Indonesia
Hukum Kewarisan Islam
Hukum Kewarisan Adat
Hukum Kewarisan KUHPerdata
KHI (Inpres No. 1 Tahun 1991):
1. Hukum Perkawinan
2. Hukum Kewarisan
3. Hukum Perwakafan

Beberapa Istilah dalam Hukum Kewarisan Islam
 Ahli waris (Waris)
 Pewaris (Muwarris)
 Harta Peninggalan (Tirkah)
 Harta Warisan (Maurus)
 Pewarisan
 Al-Irs
 Warasah
 Hukum Waris
 Hukum Warisan
 Hukum Kewarisan

Sumber:http://www.jamilncera.blogspot.com/

Kamis, 23 Februari 2012

ILMU NEGARA

Kejadian akhir-akhir ini di Tunisia dan Mesir belum banyak, kalau tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali, dibahas dalam buku-buku Ilmu Negara. Jabatan Presiden secara umum diberikan untuk jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, seorang Presiden harus diberikan kesempatan untuk memegang jabatan itu selama jangka waktu yang telah ditentukan. Keinginan untuk mengganti seorang Presiden sebelum masa jabatan berakhir karena dianggap gagal semestinya tidak boleh dilakukan sebab penilaian tentang berhasil atau gagas harus dilakukan pada akhir masa jabatan.Ilmu Negara mempelajari negara secara umum, mengenai asal usulnya, wujudnya, lenyapnya, perkembangannya, dan jenis-jenisnya. Obyek penyelidikan Ilmu Negara ialah negara-negara secara umum sehingga ia sering disebut Ilmu Negara Umum.[1]
Hubungan antara negara dengan hukum
Hubungan antara negara dan hukum sebenarnya agak bersahaja dalam teori kedaulatan negara dalam pelbagai rupa bentuknya. Hukum tidak lain dari pada kemauan negara yang telah dinyatakan. Wujud negara terdiri atas paksaan kemauannya secara tidak terbatas akan orang-orang lain; inilah perumusan memerintah dan dalam pemeritahan itu terletak asas negara sebagaimana dikemukakan Jellineck bahwa negara mempunyai kekuasaan memerintah maka memerintah berarti mempunyai kecakapan untuk dijalankan dengan tiada bersyarat, Hanya negara mempunyai kekuasaan itu untuk memaksakan dengan tiada bersyarat kemauannya kepada lain kemauan – Negara ialah bentuk ikatan manusia-manusia yang tinggal di dalamnya yang diperlengkapi dengan kekuasaan memerintah yang aseli.
Sementara itu menurut Austin: Tiap hukum positif ataupun tiap hukum yang dikatakan demikian, telah ditetapkan oleh seseorang yang berdaulat, atau badan yang berdaulat yang diberikan kepada anggota atau anggota-anggota badan politik yang bebas, di dalam mana orang atau badan itu berdaulat atau mempunyai kekuasaan tertinggi. Apabila seorang pribadi yang superior yang tak tunduk pada sesama orang yang superior, menerima ketaatan dari sebagian besar masyarakat yang tertentu maka manusia superior itu berdaulatlah dalam masyarakat tersebut.[2]
Dalam alam negara itupun ada dua macam hukum. Kita lihat adanya hukum yang mengemudikan negara dan hukum yang dipergunakan negara sebagai alat untuk memerintah.Yang pertama ialah hukum hukum konstitusionil yang lain untuk keperluan pembedaan dapat kita sebut hukum biasa. Yang pertama mungkin sebagian terwujudkan dalam undang-undang dasar yang tertulis, terbedakan dari undang-undang biasa dan pada umumnya berada di atas penguasaan legislatif biasa.[3] Negara adalah anak tetapi pula orang tua daripada hukum.[4]
Setiap organisasi ada peraturan-peraturan tata tertibnya. Satu bagian daripadanya di dalam organisasi yang bernama negara disebut tatahukum, yaitu semua peraturan yang dibuat atau diakui oleh pemerintah.[5]
Sumber hukum berjenis-jenis:[6] Kebiasaan; Agama; Yurisprudensi; Perundang-undangan dalam arti seluas-luasnya; Perjanjian-perjanjian; dan Ajaran para sarjana hukum.
Apakah hukum itu?:[7]
a. Madzab hukum alam: alam semesta mengandung dan manusia sebagai makluk yang berpikiran, perasaaan, dan kemauan mempunyai sejumlah kaidah-kaidah ideal (das sollen) yang dipakainya buat menilai kaidah-kaidah yang berlaku (das sein) dan jika mungkin mengubahnya sehingga makin memenuhi cita-cita keadilan.
b. Madzab analitis: hukum itu diperintahkan oleh di pemegang kuasa dalam negara dan dapat dipaksakannya. Tugas hukum itu mengatur hidup lahir, tindak tanduk manusia itu dalam negara, agar supaya sesuai dengan kehendak si pemegang kuasa.
c. Madzab sejarah (historis): hukum itu tumbuh dan berkembang dengan dan di dalam bangsa yang bersangkutan.
d. Madzab Wina: tata hukum itu adalah suatu tata keharusan. Dalam mengupasnya mesti dibuang jauh-jauh penilaian-penilaian moril dan penilaian politis.
e. Madzab sosiologis: hukum itu adalah ukuran umum dalam menilai sikap dan tindak tandung manusia tanpa pandang bulu. Dengan penilaian itu setiap orang dapat mengemukakan apakah sikap dan tindak tanduk orang lain baik atau jahat.

 
[1] M Solly Lubis, Ilmu Negara, Bandung, Mandar Maju, 2002, hlm. 1.
[2] Kranenburg, Ilmu Negara Umum, terjemahan Tk. B. Sabaroedin, Jakarta. Pradnya Paramita, 1986, hlm. 141.
[3] R.M Mac Iver, The Modern State, Negara Modern, terjemahan Moertono, Jakarta, Aksara Baru, 1977, hlm. 225.
[4] R.M Mac Iver, The Modern State, Negara Modern, terjemahan Moertono, Jakarta, Aksara Baru, 1977, hlm. 245.
[5] M. Hutauruk, Azas-azas Ilmu Negara, Jakarta, Erlangga, 1978, hlm. 109.
[6] M. Hutauruk, Azas-azas Ilmu Negara, Jakarta, Erlangga, 1978, hlm. 109.
[7] M. Hutauruk, Azas-azas Ilmu Negara, Jakarta, Erlangga, 1978, hlm. 111-113.

HUKUM KEWARISAN ISLAM

Definisi Hukum Kewarisan Islam
علم يعرف به من يرث ومن لايرث ومقدار كل وارث وكيفية التوزيع
Ilmu yang mempelajari tentang orang-orang yang mewarisi dan tidak mewarisi, kadar yang diterima setiap ahli waris dan cara pembagiannya
 Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing (KHI Pasal 171 (a)
Sumber Hukum Kewarisan Islam
Al-Qur’an, al:
An-Nisa (4): 7, 11, 12, al-Ahzab (33): 4-6 dan 40. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Penghapusan ketentuan, penerima warisan hanyalah kerabat laki-laki dan dewasa saja, an-Nisa (4): 7.
Penghapusan ikatan persaudaraan antara muhajirin dan ansor sebagai sebab mewarisi, al-Ahzab (33): 6.
Penghapusan pengangkatan anak sebagai dasar pewarisan, al-Ahzab (33): 4-5 dan 40.
Hadis
لايرث المسلم الكافر ولا الكافر المسلم
Ijtihad
Contoh: (a) masalah cucu yang bapaknya mati lebih dulu dari kakeknya dan mewarisi bersama saudara-saudara bapaknya (b) masalah ahli waris pengganti.

Tujuan Mempelajari
Mengetahui tata aturan hukum kewarisan Islam, menjadikannya pedoman dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kewarisan, dan mampu mengapresiasi masalah-masalah kewarisan.

Asas-asas Hukum Kewarisan Islam
1. Asas Ijbari
- proses peralihan harta dari si mati ke waris
- penerima harta warisan
- besar kecilnya bagian
2. Asas Akibat Kematian
3. Asas Bilateral
4. Asas Individual
5. Asas Keadilan Berimbang

Pluralisme Hukum Kewarisan di Indonesia
Hukum Kewarisan Islam
Hukum Kewarisan Adat
Hukum Kewarisan KUHPerdata
KHI (Inpres No. 1 Tahun 1991):
1. Hukum Perkawinan
2. Hukum Kewarisan
3. Hukum Perwakafan

Beberapa Istilah dalam Hukum Kewarisan Islam
 Ahli waris (Waris)
 Pewaris (Muwarris)
 Harta Peninggalan (Tirkah)
 Harta Warisan (Maurus)
 Pewarisan
 Al-Irs
 Warasah
 Hukum Waris
 Hukum Warisan
 Hukum Kewarisan

Sumber:http://www.jamilncera.blogspot.com/