MAKALAH
MAKALAH
“TAFSIR QS.AL-BAQARAH AYAT 224-225”
“TAFSIR QS.AL-BAQARAH AYAT 224-225”
TENTANG ALAT BUKTI
(Makalah
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Ayat Hukum)
Dosen Pengampu :MANSUR,S.Ag.,M.Ag
Disusun Oleh :
FASMAWI SABAN
SIHABUDIN - (11340184)
PRODI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
wr,wb,.
Alhamdulillah
Berkat pertolongan Allah SWT kami penulis dapat menyajikan makalah yang
berjudul “ Tafsir Al Quran surat Al-baqarah ayat 224-225.” didalamnya
membahas bagaimana menjadi seorang yang adil, amanah dan jujur terhadap apa
yang mereka kerjakan.
Makalah
ini disusun untuk melengkapi tugas prodi ilmu hukum dalam materi tafsir ayat
hukum di UIN (SUKA) Yogyakarta, disamping itu juga sebagai pembelajaran bagi
kami penulis untuk mengetahui semua aspek aspek yang berkaitan dengan tafsir Al
Quran surah Al-baqarah ayat 224-225.
Penulis
menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih sangant jauh dari sempurna, baik
isi, susunan kalimat maupun sistematika pembahasannya. Untuk itu teguran, saran
dan nasihat para pembaca serta dosen Pengampu senantiasa kami harapkan demi
kesepurnaan makalah kami ini,. tiada gading yang tak retak,kata pepatah.
Namun
upaya mencari gading yang tidak retak setidaknya telah kami usahakan.Akhirnya
segala kesalahan dan kekurangan adalah tanggung jawab kami sebagai
penusun.namun,apabila terdapat kebenaran dalam Makalah inisemata karena hanya
ridho,tuntunan,dan petunjuk dari allah sang maha pencipta.
Wassalamualaikum
wr,wb
Yogyakarta, 20 Desember 2011
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR
BELAKANG
Selain mendengarkan
keterangan pernyataan dari saksi,Seorang hakim dalam menjatuhkan
putusanya juga harus melihat “Alat
Bukti” dari Orang yang berperkara tersebut. Alat bukti adalah alat-alat atau
upaya yang bisa dipergunakan oleh pihak-pihak yang berperkara di muka sidang
pengadilan untuk meyakinkan hakim akan kebenaran tuntutan atau bantahannya Alat
bukti ini sangat penting artinya bagi para pihak yang berperkara merupakan alat
atau sarana untuk meyakinkan kebenaran tuntutan hak penggugat atau menolak
tuntutan hak bagi hakim.Suatu perkara di pengadilan tidak dapat diputus oleh
hakim tanpa didahului dengan pembuktian. Dengan kata lain, kalau gugatan
penggugat tidak berdasarkan bukti maka perkara tersebut akan diputus juga oleh
hakim tetapi dengan menolaknya gugatan karena tidak ada bukti. tujuan utama
dari alat bukti ialah untuk lebih memperjelas dan meyakinkan hukum sehingga ia
tidak keliru dalam menetapkan putusannya dan pihak yang benar tidak dirugikan
sehingga dengan demikian keadilan di muka bumi ini dapat ditegakkan.
Alat bukti
terdiri dari beberapa macam di antaranya ada yang disepakati oleh Mazhab-mazhab
dan sebagainya lagi masih diperselisihkan. Diantara alat bukti yang kebanyakan
digunakan oleh para fuqaha seperti diungkapkan oleh Abu Yusuf :
يمـيـن، اقـر ار ، نكو ل ، قسامة ، بـينـة،
غلم به ، و قر ان
Artinya: “JSumpah, Pengakuan, penolakan sumpah,
qasamah, bayyinah, ilmu qadhi dan petunjuk-petunjuk) J”
Menurut sistem HIR dan RBg hakim
terikat dengan alat-alat bukti sah yang diatur dengan undang-undang. Ini
berarti hakim hanya boleh menjatuhkan putusan berdasarkan alat-alat bukti yang
telah diatur undang-undang. Menurut ketentuan Pasal 164 HIR, 284 RBg, dan 1866
BW ada lima jenis alat bukti dalam perdata yaitu: surat, saksi, persangkaan,
pengakuan dan sumpah.Sedangkan menurut Hukum Acara Perdata yang biasa
dipergunakan pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama, ada 7 (tujuh)
macam alat-alat bukti yang dapat dijadikan bukti kebenaran dan ketidakbenaran
suatu di pengadilan, yaitu:Alat bukti surat-surat (tertulis),Alat bukti
saksi,Alat bukti persangkaan,Alat bukti pengakuan,Alat bukti sumpah,Alat bukti
pemeriksaan setempat,Alat bukti keterangan ahli.[1]
Salah satu hal yang menarik dari
macam-macam alat bukti yaitu “Alat Bukti Sumpah”.Sumpah adalah
pernyataan yang dilakukan oleh seseorang dengan membawa nama allah.Sumpah seseorang yang berperkara
dipengadilan dapat dijadikan sebagai alat bukti oleh kebenaran/hak.Keterangan atau dalil-dalil alqur’an yang emnejlaskan tentang
“ALAT BUKTI” tersebut adalah: QS.AL-BAQARAH
AYAT 224-225
B. RUMUSAN MASALAH
·
Bagaimanakah Penafsiran QS.Al-Baqarah ayat 224-225
yaitu sumpah sebagai alat bukti?
·
Dengan mengurikan:
1) Bunyi
ayat,Terjemahan dari QS.Al-Baqarah ayat 224-225.
2) Kata
penting atau Keyword dari QS.Al-Baqarah ayat 224-225.
3) Asbabunnuzul
QS.Al-Baqarah ayat 224-225.
4) Korelasi dengan ayat yang lainya.
5) penafsiran dari berbagai tokoh/kitab tafsir.
C.Maksud
Dan Tujuan
·
Meengetahui isi penafsiran terhadap QS.Al-Baqarah ayat
224-225 seumpah sbgai alat bukti.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Bunyi Dan Terjemahan Surat Al-Baqarah, Ayat:224-225
Bismillahirrohmanirrohiiim....
Ÿwur* (#qè=yèøgrB
©!$#
Zp|Êóãã
öNà6ÏY»yJ÷ƒX{
cr&
(#r•Žy9s?
(#qà)Gs?ur
(#qßsÎ=óÁè?ur
šú÷üt
Ĩ$¨Y9$#
3 ª!$#ur
ìì‹Ïÿxœ
ÒOŠÎ=tæ
ÇËËÍÈ
žw
ãNä.ä‹Ï{#xsãƒ
ª!$#
Èqøó¯=9$$Î
þ’Îû
öNä3ÏY»yJ÷ƒr&
`Å3»s9ur
Nä.ä‹Ï{#xsãƒ
$oÿÏ3
ôMt6|¡x.
öNä3çqè=è%
3 ª!$#ur
î‘qàÿxî
×LìÎ=ym
ÇËËÎÈ
Terjemahan:
224. "Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam
sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan Mengadakan
ishlah di antara manusia. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui".
225.
"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja
(untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun".[2]
B.Keyword
Atau Kata Penting
o
عُرْضَةً = Al-‘urdhah,Sama
dengan Al-Ghurfah (kamar),artinya mencegah atau menghalang-halangi
sesuatu.[3]Dalam
Tafsir Al-Azhar:Di dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini kita bertemu
dengan kalimat urdhatun, yang mempunyai dua arti. Pertama penghalang,
kedua sasaran. Menurut arti yang pertama ialah, janganlah kamu
jadikan Allah menjadi penghalang bagi sumpah kamu, yang menghalangi kamu
nernuat kebajikan dan bertaqwa dan mendamaikan di antara manusia. Arti kedua
dari urdhatun, ialah sasaran, atau alamat pembidikan ketika
belajar memanah atau menembak, sehingga seluruh mata dan perhatian ditujukan
kesana. Maka Allah telah dijadikan sasaran sumpah, artinya ialah
mempermudah-mudah kebesaran Tuhan, untuk memperkuat suatu sumpah. Inipun
perbuatan yang tidak layak.
o
qøó¯=9$
= Al-laghwu :
Perkataan yang
terucap ditengah-tengah pembicaraan serupa
sumpah yang keluar tanpa disengaja,Seperti wa’lah dan La wa’lah,perkataan ini
terucap tanpa disengaja dtidak dimaksudkan sebagai sumpah (merupakan kebiasaan orang-orang
arab,pen.),Allah tidak mewajibkan kifarat padanya dan tidak merupakan perbuatan dosa,supaya
tidak mempersempit kaum mu’min.[4]
Di sisni
terdapat kata laghwi, yang di dalam terjemahannya kita artikan sia-sia.
Menurut arti yang biasa laghwi artinya ialah kata-kata terlanjur aau
kata-kata yamg tidak diperhitungkan masak-masak. Bercakap asal bercakap saja.
Maka dalam hal ini ahli-ahli tafsir yang mu’tabar telah mengeluarkan berbagai
pendapat. Menurut ibnu Abbas dan Aisyah dan sebagian ahli-ahli tafsir, arti laghwi
disini ialah kat terbiasa yang diucapkan orang sekedar menguatkan saja,
misalnya Tidak! Demi Allah! Atau memang begitu halnya! Demi Allah.
Di dalam percakapan sehari-hari, dengan tidak maksud hati bersumpah.
Menurut
al-Maruzi, begitulah arti laghwi pada sumpah itu, yang telah sama
pendapat-pendapat ulama-Ulama atasnya. Menurut Abu Hurairah sumpah laghwi ialah
bersumpah untuk memastikan bahwa yang akan kejadian ini begini. Tetapi kemudian
setelah sampai waktunya, maka yang kejadian itu berbeda dengan yang telah
dipastikannya itu. Itupun termasuk sumpah laghwi. Menurut riwaya yang
lain dari Ibnu Abbas, sumpah laghwi ialah sumpah seseorang seketika dia
sangat marah. Pendapatnya itu disnut juga oleh Thawus dan Makhul. Menurut satu
riwayat dari Ibny Mali, sumpah laghwi ialah sumpah atas akan berbuat
maksiat. Pendapat inipun diterima dari Said bin Musayyab, dan Abu Bakar bin
Abdurahman dan Abdullah bin Zubair dari saudaranya Urwah. Seumpama kalau orang
bersumpah bahwa dia akan meminum khamar, atau bersumpah hendak memutuskan
silaturahmi.
Menurut Zaid
bin Aslam, sumpah laghwi ialah sumpah seseorang atas dirinya sendiri,
seumpama dia berkata:”Biarlah Allah membutakan mataku,” atau “biarlah Allah
melicin-tandaskan hartaku”, atau seorang berkata:”Biarlah aku jadi Yahudi, biar
aku jadi Musyrik”, namun aku tidak akan mengerjakan demikian, atau tidak pernah
berbuat begitu. Dari segala macam penafsiran ini dapatlah kita simpulkan
bahwasannya orang yang sedang sangat marah dan kalaf, sehingga dia bersumpah
memakai nama Allah, maka sumpahnya itu tidaklah dimakan hokum. Misalnya kata
orang yang sanyat marah, kepada ana kandungnya:”Demi Allah mulai hari ini
engkau tidak akan saya beri belanja lagi!” Sumpah waktu marah itu dipandang laghwi
sama juga dengan orang yang menjatuhkan talak kepada istrinya di waktu dia
sedang sangat marah. Di ujung ayat
Tuhan bersabda: “Sedang Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ujung
ayat 225).
Dengan sabda Allah bahwa sumpah yang laghwi
itu biasa diampuni, sebab Tuhan Maha Pengampun dan Penyayang, sudah mendapat
kesan yang halus sekali,bahwa sumpah yang laghhwi itupun tercela juga.
Kalau dapat kita herndaklah mengelakka diri daripada berbuat demikian, meskipun
tidak akan membayar kaffarah. Di dala surah al-Mu’minun, surat 23 ayat 3
diterangkan setengah dari sebab kemenangan yang akan dicapai oleh oreang yang
beriman, ialah apabila mereka suka berpaling dari segala perbuatan laghwi,
yamg tidak ada faedahnya yang sia-sia. Memang sudah menjadi kebiasaan setengah
orang, terutama bangsa yang emakai bahasa arab, menguatkan kata dengan Wallahi
atau tallahi dan billahi, buikan bermaksud sumpah. Misalnya
orang bertanya apa kabar si anu, dia enjawab: khoir Wallahi! (Dia dalam
baik, Demi Allah!).
Atau dia berkata karena telah lelah:
Ana ta’ban, Wallahi (Saya amat lelah, Wallahi). Dan orang bertanya: Apa
betul ada pencuri mencoba masuk rumah saudara semalam? Dia menjawab: Ee,
Wallah! (Benar, Demi Allah). Orang Islam Indonesia yang tidak terbiasa atau
tidak mempunyai kalimat Wallah untuk menguatkan kata dan hanya untuk
bersumpah saja, apabila mulai bergaul dengan orang arab, kerapkali merasa dan
mempermudah-mudah sumpah. Padahal bagi mereka hal itu bukan sengaja sumpah,
hanya penguat kata saja. Rupanya karena ini telah kebiasaan lama, dan bukan
sengaja bersumpah, tidaklah dia ditarik oleh Allah. Sumpah yang ditarik dan
diperhituingkan, ialah sumpah yang dating dari hati atau sebagai disebut dalam
ayat “diusahakan oleh hati,” sumpah sebenar sumpah yang wajibdikuatkan
dengan nama Allah, sumpah yang demikianlah yang dikenakan kaffarah kalau hendak
dibatalkan.
o
أَيْمَـنِكُمْ =
Al-aiman,Aiman adalah jamak dari kata yamin ,sinonimnya adalah qasam yang
berarti “sumpah”,menurut istilah yamin adalah
penguatan urusan dengan menyebut nama allah,atau yang menyebut salah
satu sifatnya .
Kata yamin
dipinjam dari kebiasaan orang yang bersumpah selalu mengggunakan tangan kanan untuk
bersalaman.[5]
Sebagaimana
bunyi hadits Rasululloh Saw,berikut ini:
“Barang siapa
Bersumpah pada sesuatu,kemudian ia melihat bahwa sesuatu itu baik baginya ,maka hendaknya ia
mengambil yang baik itu (membatalkan
sumpahnya,pen)”,kemudian ia wajib
membayar kifarat atas sumpahnya.[6]
C.Asbabunnuzul Qs.Al-Baqarah Ayat 224-225
Dalam makalah ini,saya
menitikberatkan pembhasan kepada ayat 224 saja dan ayat 225 hanya sebagai
pelengkap.
Sebagaimana kita maklumi, sumpah ialah suatu
perjanjian yang diteguhkan dengan memakai nama Allah! Kitapun bisa bersumpah
hendak menghentikan suatu pekerjaan ataupun mengerjakannya. Ada orang yang
dengan memakai nama Allah, berjanji tidak akan menolong si anu.
Diriwayatkan oleh ibnu jarir latar
belakang turunya ayat ini ketika Sayyidina Abu Bakar; beliau pernah bersumpah:
"Demi Allah", aku tidak lagi akan memberikan bantuan kepada si
Misthah. Karena si Misthah ini yang hidupnya sejak pindah dari Makkah ke
Madinah, adalah dibantu oleh Abu Bakar, seketika orang-orang munafik membuat
fitnah bahwa Siti Aisyah berlaku serong dengan seorang pemuda bernama Shafwan,
maka si Misthah inipun turut menyebar-nyebarkan fitnah itu pula. Maka kemudian
setelah turun ayat Allah membersihkan Aisyah dari noda buruk itu, Abu Bakar
tidak lagi akan memberikan bantuannya lagi kepada si Misthah, patut dia berlaku
demikian terhadap si Misthah yang selama ini telah mendapat bantuan
daripadanya. Lantaran teguran ayat itu, Abu Bakar telah membayar Kaffarah
sumpahnya yang terlanjur itu.
Dalam hal ini Abu Bakar telah
menjadikan Nama Allah menjadi penghalang atas maksudnya hendak berbuat baik,
membantu orang lain. Oleh sebab itu janganlah orang sampai mengambil nama Allah
menjadi penghalang baginya berbuat baik, atau untuk menegakkan takwa. Karena
segala kebajikan yang kita kerjakan, tujuan keta ialah supaya dia menjadi jalan
untuk memperkokoh ketakwaan kita kepada Allah.
Menurut suatu
riwayat dari Ibnu Abi Hatim, yang diterima dari ‘Atha’, bahwa seorang laki-laki
datang kepada Aisyah r.a. Orang itu berkata:” Saya bernadzar bahwa saya tidak
akan bercakap-cakap dengan si pulan. Kalau aku bercakap-cakap dengan dia, maka
sekalian budak-budakku akan merdeka, dan segala harta-hartaku akan akan aku
jadikan beban buat menutupi (aku belikan pakaian) bagi ka’bah.” Mendengar
nadzar yang ganjil itu, Aisyah berkata padanya:”Janganlah engkau lahjutkan
sumpah atau nadzar demikian. Janganlah engkau jadikan yang demikian akan sebab
merdeka budak-budakmu dan dan jadikan ahrta bendasmu akan jadi pakaian ka’bah.
Sebab cara demikian telah telah dilarang Allah dengan ayat. Dan janganlah kamu
jadaikan Allah jadi penghalang dari sumpahmu, sebab itru hendaklah segera
engkau bayar kaffarah dari sumpahmu itu”.
Nyata sekarang
bahwa ayat ini melarang keras orang bersumpah dengan nama Allah buat menghambat
dirinya dari satu pekerjaan yang baik, dan banyaklah missal-misal yang dapat
dikemukakan untuk itu. Misalnya orang berkata:”Demi Allah, saya tidak akan ke
Makkah selama si anu masih bercokol disana. Atau demi Allah biar si anu dan si
pulan itu berkelahi terus-menerus, namun aku tidak akan mendamaikan mereka.”
Maka sumpah-sumpah tersebut yang menjadikan Alllah jadi penghalang dari suatu
perbuatan yang baik, atau menjadikan Allah menjadi sasaran sumpah, amatlah
dicela oeh Tuhan, dan di ujung ayat Tuhan bersabda: “Dan Allah adalah Maha
Mendengar, lagi Mengeetahui” (Ujung ayat 224).
Allah mendengar
perkataan-perkataan yang terlanjur itu, sebab Namanya Allah telah dijadikan
penghalang atau sasaran, dan Allah pun mengetahui, bahwa perbuatan dan
percakapan demikian adalah timbul dari kekurangan adab kepada Allah yang tiada
pantas bagi seorang yangberiman. Maka bersabda Rasulullah s.a.w. berkenaan
dengan sumpah-sumpah semacam itu:
“Barangsiapa yang bersumpah atas suatu persumpahan,
lalu dilihatnya ada hal yang lebih baik dari itu, hendaklah dia lakukan
pekerjaan yang lebih baik itu, dan hendaklah dia bayar kaffarah sumpahnya.” (Diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim).Dikuatkan lagi oleh sabda-sabda abeliau yang lain, di
antaranya ialah sabdanya:
“Tidak ada nadzar dan tidak ada supah pada perkara
yang tidak dikuasai oleh anak adam, dan tidak pula dalam hal yang memutuskan
silaturahmi.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud,Ibnu Majah dan Imam Ahmad).
Missal perkara
yang tidak dapat dikuasai oleh anak adam ialah bersumpah akan berangkat
meninggalkan kota kediaman dan berpindah ke negeri lain besok juga! Sebab hari
esok bukanlah kepastian manusia, melainkan ketentuan Allah, melainkan katakana
sajal;ah “Insya Allah”.
Atau bersumpah
dalam hal maksiat. Misalnya: Demi Allah, sebelum aku berzina dengan perempuan
itu, belumlah aku akan bertaubat.Missal yang ketiga bersumpah memutruskan
silaturahmi ialah “Demi Allah”, aku tidak akan bertegur-sapa dengan si anu, dan
lain sebagainya. Segala sumpah yang demikian ini adsalah sangan tidak disetujui
oleh syara’, namun orang yang terlanjur bersumpah jahat ini, tetap haram
mengerjakan pekerjaan yang tercela itu, dan tetap wajib membayar kaffarah
sumpahnya. Dan disini kita mendapat pelajaran bahwa nama Allah tidak boleh
kitajadikan sasaran untuk bersumpah.
Menurut riwayat
daripada an-Nasa’I dan Ibnu Majah, bahwa seorang sahabat Rasulullah s.a.w.
bernama Malik al-Jusammy mengatakan kepada beliau, bahwa pada suatu hari dating
kepadanya anak saudara ayahnya (sepupunya). Maka diapun bersumpah tidak akan
memberikan apa-apa kepada saudara sepupunya itu dan tidak pula hendak
menghubungkan silaturahmi lagi dengan dia. Lalu berkata Rasulullah kepadanya: “Hendaklah
engkau segera kaffarah sumpahmu!!”Kemudian datanglah lanjutan peraturan
Allah lagi berkenaan dengan sumpah:
“Tidaklah
diperhitungkan oleh Allah apa yang sia-sia pada sumpah kamu”(pangkal ayat
225).
v Asbabunnuzul beberapa versi singkat dari kitab tafsir yang berbeda:
1.
Tafsir Al-Maraghi:Ibnu Jarir meriwayatkan sebuah
hadits yang menyatakan bahwa latar belakang dari turunya ayat ini adalah sumpah
yang diucapkan oleh sahabat Abu Bakar untuk tidak memberi nafkah lagi kepada
misthah setelah ia terlibat dalam masalah
Hadiitsu ‘I-Ifki dengan
melemparkan tuduhan terhadap siti aisyah .Misthah yaitu salah seorang kerabat
Abu bakar.[7]
2.
Alqur’an dan tafsir dari UII (univ.Islam
Indonesia):Diriwayatkan oleh ibnu jarir sebab turunya ayat 224 ini,ialah ketika
abu bakar ra bersumpah dengan menyebut nama allah,bahwa ia tidak akan lagi
membantu seseorang yaitu mistha yang menyebarkan kabar bohong menjelek-jelekkan
nama aisyah ra yaitu istri rasululloh.riwayat yang mencemarkan nama baik aisyah
oleh orang-orang munafik disebut hadiitsul ‘ifki.[8]
3.
Begitu pula dengan kitab tafsir dari kementrian agama
menyebutkan ababunuuzul ayat 224 ini yaitu Ibnu Jarir meriwayatkan sebuah
hadits yang menyatakan bahwa latar belakang dari turunya ayat ini adalah sumpah
yang diucapkan oleh sahabat Abu Bakar untuk tidak memberi nafkah lagi kepada
misthah setelah ia terlibat dalam masalah
Hadiitsu ‘ifki (kabar bohong)[9]
D.Korelasi
Dengan Ayat Yang Lain
Menurut
saya,QS.Al-baqarah ayat 224 selain berhubungan langsung dengan ayat 225.karena
ayat 225 itu adalah terusan keterngan dan sebagai penjelasan dari ayat 224 .
Korelasi antara Qs.al-baqarah ayat
224-225 yang menjelaskan tentang sumpah sebagai alat bukti dapat juga bisa
ditambah korelasinya dengan Dasar hukum daripada alat bukti
saksi .dapat dilihat dalam Q.S. al Baqarah (2): 282
…وَاسْتَشْهِدُوا
شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ
وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ
إِحْدَاهُمَاأَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى وَلا
يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا…
Terjemahnya :
“…Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki,
maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil…”
Dalam dalam Q.S. an Nisah (4) 135 yaitu :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّه…
Terjemahnya :
“Wahai orang-orang yang beriman,
jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena
Allah…”
Kesimpulannya bahwa setiap saksi
yang memberikan kesaksiannya di depan hakim hendaknya memperoleh jaminan
keamanan baik jiwa, harta dan kehormatannya. Karena setiap kesaksian dipandang
wajib bagi setiap orang yang memiliki pengetahuan akan perkara yang ia ketahui
secara pasti tentang kebenaran tersebut.
Sehingga dengan adanya kesaksian dari saksi tersebut
diharapkan akan terungkapnya suatu kebenaran diantara pihak-pihak yang
berperkara dengan sebab itulah maka berdosa hukumnya bagi orang yang memenuhi
syarat untuk menjadi saksi menolak untuk tidak memberikan kesaksiannya,
berdasarkan firman Allah swt di dalam Al-Qur’an Q.S. al Baqarah (2) 283 yaitu :
… وَلا تَـكْتُمُوا
الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ ءَاثِمٌ قَلْبُـهُ وَاللَّهُ بـِمَا
تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Terjemahnya :
“…dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.
Seperti yang
telah dijelaskan di Latar belakang, tentang kedudukan saksi dalam hukum
pembuktian yaitu sebagai ALAT BUKTI, diantara alat bukti lainnya yang dapat
diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara. Namun dalam berbagai alasan demi
untuk membuktikan suatu kebenaran antara pihak-pihak yang berperkara, hingga
adanya saksi sebagai alat bukti yang diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara,
tidak begitu saja diterima sebelum saksi yang diajukan kemuka pengadilan
memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh hukum pembuktian.
Untuk memberitahukan kesaksian yang
dapat diterima serta dapat di jadikan pembuktian kuat wajib memenuhi
syarat-syarat tertentu yaitu :
Beragam Islam,
Baliqh, Berakal, Merdeka, Adil.
Syarat-syarat saksi yang dikemukakan
di atas adalah merupakan syarat-syarat yang diperpegangi oleh peradilan agama,
namun ada beberapa tambahan syarat seperti yang dikemukakan oleh Sayyid Sabiq
dalam fiqh sunnahnya, dengan dua syarat tambahannya yaitu mampu berbicara tidak
bisa, dan bukan sanak famili atau keluarga terdekat salah satunya.
E.PENAFSIRAN
DARI BEBERAPA KITAB TAFSIR
1)
AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA DARI
KEMENTRIAN AGAMA RI DAN UII PADA DASAR PENAFSIRANYA SAMA YAITU:
(224-225) Ayat ini memperingatkan manusia agar
berhati-hati mempergunakan nama allah
dalam bersumpah dengan menyebut nama
allah untukn hal-hal yang tidak baik dan
dilarang oleh agama,sebab nama allah
sangat mulia dan harus diagungkan.Dalam ayat ini dilarang bersumpah untuk tidak
berbuat baik atau tidak bertakwa atau
tidak mengadakan islah diantara manusia.Kalau sumpah seperti itu sudah
diuapkan,wajib dilanggar atau dibatalkan,sebab sumpah tersebut tidak pada
tempatnya ,tetapi sesudah sumpah itu dilanggar,harus memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian kepada mereka atau kalau tak sanggup,berpuasa
selama tiga hari.[10]
2)
TAFSIR AL-MARAGHI SEBAGAI BERIKUT:
Ÿwur* (#qè=yèøgrB
©!$#
Zp|Êóãã
öNà6ÏY»yJ÷ƒX{
cr&
(#r•Žy9s?
(#qà)Gs?ur
(#qßsÎ=óÁè?ur
šú÷üt
Ĩ$¨Y9$#
3
Janganlah kalian
bersumpah dengan nama allah untuk meninggalkan sesuatu yang baik .kalian harus
meninggalkanya demi keagungan namanya.Dan ia tidak rela jika namanya dijadikan sebagai
penghalang dari hal-hal yang baik.Banyak orang yang terburu-buru mengucapkan
sumpah untuk tidak melakukan sesuatu ,padahal padanya kebaikan.atau
sebaliknya,ia bersumpah untuk melakukan sesuatu ,tetapi justru padanya
kejelekkan ,oleh karena itu allah melarang kita melakukan hal itu dan memerintahkan kita untuk menyelidiki
hal-hal yang baik bagi kita.Apabila kita bersumpah untuk meninggalkan
sesuatu,sedang padanya kebaikan,maka hendaknya kita melakukanya kembali dan
membayar kifarat,sebagaimana yang akan dijelaskan pada surat al-maidah.
ª!$#ur
ìì‹Ïÿxœ
ÒOŠÎ=tæ
ÇËËÍÈ
Allah maha mendengar apa-apa yang kalian
ucapkan,maha mearena ngetahui apa yang
menjadi niat kalian .oleh karena itu hendaknya kalian memperhatikan
allah dalam hal yang kalian sembunyikan
maupun yang kalian lahirkan.Dan hendaknya kalian memperhatikan
larangan-laranganya agar kelak kalian menjadi orang yang berbahagia.
Dalam ayat
brikutnya ini,tersirat jelas makna
ancaman dan peringatan yang sangat keras:
žw
ãNä.ä‹Ï{#xsãƒ
ª!$#
Èqøó¯=9$$Î
þ’Îû
öNä3ÏY»yJ÷ƒr&
`Å3»s9ur
Allah tidak
akan menghukum kalian oleh sebab sumpah yang terucap dari mulut kalian tanpa disengaja ditengah-tengah pembicaraan
kalian.oleh karena itu,ia tidak mewajibkan kifarat kepada kalian dan juga tidak
menghukum kalian
Nä.ä‹Ï{#xsãƒ
$oÿÏ3
ôMt6|¡x.
öNä3çqè=è%
Tetapi,allah
menggunakan sangsi kifarat atau hukuman kepada kalian,jika kalian berniat
sesuatu dengan mengucapkan sumpah atas nama allah.Demikian itu agar supaya kalian tidak menjadikan nama allah sebagai penghaalang dalam melakukan amal
soleh
3
ª!$#ur
î‘qàÿxî
×LìÎ=ym
ÇËËÎÈ
Alladosa yang
emreka lakukanh mengampuni hamba-hambanya
atas dengan sumpahnya ,dan ia tidak tergesa-gesa menghukum mereka serta tidak membebani mereka dengan
hal-hal yang berat jika mereka
tidak sengaja bersumpah,oleh karena hal
ini telah menjadi kesalahn mereka.[11]
3)
TAFSIR AL-AZHAR SEBAGAI BERIKUT:
Ibnu Abass menafsirkan, maksud ayat
ialah supaya kamu jangan mengambil nama Allah menjadi dasar persumpahan tidak
akan mengerjakan yang baik. Yaitu seorang laki-laki bersumpah tidak akan
bertegur sapa dengan salah seorang karib kerabatnya, atau tidak hendak
memberikan sedekah, atau bersumpah tidak akan mendamaikan diantara dua orang
yang berselisih, dan semuanya dikuatkan dengan sumpah berdasarkan pada
tafsir-tafsir ini.
Nyata sekarang bahwa ayat ini
melarang keras orang bersumpah dengan nama Allah buat menghambat dirinya dari
satu pekerjaan yang baik, dan banyaklah[12]
4)
Bersumpah dengan menyebut nama
allah untuk tidak akan berbuat yang
tidak diperbolehkan orang yang mengucapkan
sumpah seperti itu akan mendapatkan hukuman dari allah.
5)
Untuk penafsiran kedua ayat ini baik ayat 224 yang
melarang kita jadikan Allah jadi sasaran sumpah, atau penghalang berbuat baik,
dan ayat 225 yang memberi ampun orang yang terlanjur kata bersumpah yang bukan
dari hati, baiklah kita jadikan pegangan perkataasn Imam Syafi’i. beliau
berkata:”Aku tidak pernah memakai sumpah, baik pada yang benar ataupun pada
yang dusta.”
Kalau kiat tiru
pula kebiasaan orang-orang Arab, yang sampai diberi maaf oleh al-Qur’an karena
tersendat-sendat mulutnya, sebentar-sebentar menyebut Wallah, kita takut
nama Tuhan akan diperingan-ringan saja, sehingga turun mutunya karena kealapaan
kita. Hendaknya janganlah sampai kita menyebut-nyebut nama Allah dan
bersumpah-sumpah dalam hal yang kecil-kecilpun, kadang-kadang hanya dalam perkara
menguatkan suatu nperkataan kecil sehingga lama-lama kepercayaan orang kepada
kitapun menjadi luntur, karena sudah murah-murah saja bersumpah, yang kian lama
kian dapat diketahui orang bahwa kita adalah seorang pembohong. Orang mudah
bersumpah seperti inilah yang dicela oleh Tuhan, sebagai petanda dari orang
kafir, sebagai tersebut di dalam surat al-Qalam (Surat 68, ayat 10). “dan
janganlah kamu turuti tiap-tiap oran yang suka bersumpah yang rendah hina.”
6)
TAFSIR DARI HASIL SEARCHING» 224.
(Janganlah kamu jadikan Allah), artinya sewaktu bersumpah dengan-Nya (sebagai
sasaran) atau penghalang (bagi sumpah-sumpahmu) yang mendorong kamu (untuk)
tidak (berbuat baik dan bertakwa). Maka sumpah seperti itu tidak disukai, dan
disunahkan untuk melanggarnya lalu membayar kafarat. Berbeda halnya dengan
sumpah untuk berbuat kebaikan, maka itu termasuk taat (serta mendamaikan di
antara manusia), maksud ayat, jangan kamu terhalang untuk membuat kebaikan yang
disebutkan dan lain-lainnya itu jika terlanjur bersumpah, tetapi langgarlah dan
bayarlah kafarat sumpah, karena yang menjadi asbabun nuzulnya ialah tidak mau
melanggar sumpah yang telah diikrarkannya. (Dan Allah Maha Mendengar)
ucapan-ucapanmu (lagi Maha Mengetahui) keadaan-keadaanmu.
Tafsir » 225. (Allah tidaklah
menghukum kamu disebabkan sumpah kosong), artinya yang tidak dimaksud (dalam
sumpah-sumpahmu) yakni yang terucap dari mulut tanpa sengaja untuk bersumpah,
misalnya, "Tidak, demi Allah!" Atau "Benar, demi Allah!"
Maka ini tidak ada dosanya serta tidak wajib kafarat. (Tetapi Allah akan
menghukum kamu disebabkan sumpah yang disengaja oleh hatimu), artinya kamu
sadari bahwa itu sumpah yang tidak boleh dilanggar. (Dan Allah Maha Pengampun)
terhadap hal-hal yang tidak disengaja (lagi Maha Penyantun) hingga sudi
menangguhkan hukuman terhadap orang yang akan menjalaninya.
7)
AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA DARI YAYASAN PENYELENGGARA
PENAFSIRAN ALQUR’AN
Menafsirkan:Bahwa ayat 224-225 ini tentang peringatan allah kepada
manusia agar manusia berhati-hati
mempergunakan nama allah dalam bersumpah .
Jangan berani bersumpah dengan menyebut nama allah untuk hal-hal yang tidak
baik,dan yang dilarang oleh agama,sebab nama allah sangat mulia dan harus
diagungkan.[13]
F.Aplikasi Dari
Tafsir Tersebut Dengan Kegiatan Hukum
Menurut Pendapat saya,jika
dihubungkan dengan bidang hukum didunia nyata,ayat tersebut menjelaskan tentang
sumpah yg termasuk alat bukti.isi ayat tersebut mengingatkan agar seseorang
yang sedang terjerat kasus di pengadilan dan orang itu salah agar tidak mengobral nama allah sebagai alat
bukti penolong bagi dirinya.tetapi jika orang itu tidak salah,sumpa tersebut
bisa dijadikan sebagai alat penolong bagi dirinya.Lalu Hakim sebagai penegak
keadilan di pengadilan harus benar-benar teliti dan mencermati sumpah tersebut.Oleh karena itu
hakim harus berhati-hati dalam menarik kesimpulan tersebut.[14]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian diatas,saya menyimpulkan penafsiran terhadap sumpah sebagai alat bukti
pada Qs.Al-Baqarah ayat 224-225 adalah sebagai berikut:
·
Ayat ini memperingatkan manusia agar berhati-hati mempergunakan nama allah dalam bersumpah dengan menyebut nama allah untukn
hal-hal yang tidak baik dan
dilarang oleh agama,sebab nama allah sangat
mulia dan harus diagungkan.
·
Bersumpah dengan menyebut nama
allah untuk tidak akan berbuat yang
tidak diperbolehkan orang yang mengucapkan
sumpah seperti itu akan mendapatkan hukuman dari allah.
B. SARAN
Adapun saran
dari saya yaitu
·
Menurut pendapat saya,ayat 224-225
tersebut mengingatkan agar seseorang yang sedang terjerat kasus di pengadilan
dan orang itu salah agar tidak mengobral
nama allah sebagai alat bukti penolong bagi dirinya.tetapi jika orang itu tidak
salah,sumpah tersebut bisa dijadikan sebagai alat penolong bagi dirinya.dan
dihubungkan dengan 282 yaitu
Kesaksian dan persaksian yang
diberikan oleh para saksi harus pula memenuhi kriteria atau syarat-syarat yang
dipakai dan disepakati oleh para ahli hukum Islam, sehingga kesaksian yang
diberikan di muka Pengadilan Agama dapat dijadikan sebagai alat pembuktian
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Dan
Tafsirnya,Yogyakarta:UII(Univ.Islam Indonesia)
Al-maraghi,musthafa
ahmad.1984,Al-qur’an dan tafsirnya (Tafsir al-maraghi)
Al-Qur’an Dan
Tafsirnya,Yogyakarta:Kementrian Agama Republik Indonesia
Al-qur’an Dan
Tafsirnya.1975 ,Jakarta:Yayasan Penyelenggara Penafsiran Al-qur’an
[1]
Diakses dari internet tanggal 20 Desember 2011
[2]
Al-Qur’an Surat al-baqarah ayat 224-225 halaman
[3]
Ahmad Musthafa Al-Maraghi ,Tafsir
Al-Maraghi,cetakan pertama,halaman 299
[4]
Ahmad Musthafa Al-Maraghi ,Tafsir
Al-Maraghi,cetakan pertama,halaman 300
[5]
Ahmad Musthafa Al-Maraghi ,Tafsir
Al-Maraghi,cetakan pertama,halaman 299
[6]
Ahmad Musthafa Al-Maraghi ,Tafsir
Al-Maraghi,cetakan pertama,halaman 299
[7]
Ahmad Musthafa Al-Maraghi ,Tafsir
Al-Maraghi,cetakan pertama,halaman 300
[8]
UII (universitas islam indonesia) Alqur’an dan tafsirnya halaman 378
[9]
Kementrian Agama RI,Alquran dan tafsirnya,halaman 332
[10]
Alqur’an Dan Tafsirnya dari Kementrian Agama RI Dan UII (univ. .Islam
Indonesia)
[11]
Ahmad Musthafa Al-Maraghi ,Tafsir
Al-Maraghi,cetakan pertama,halaman 299-300
[12]
Tafsir dari Al-Azhar
[13]
Al-qur’an dan tafsirnya,jilid 1,Yayasan penyelenggara penafsiran al-qur’an
[14]
Menurut Pendapat Saya
2 komentar:
sae..
Terimakasih sahabat,,,
Posting Komentar