ASPEK
HUKUM
DALAM
INVESTASI
MAKALAH
Diajukan
guna memenuhi tugas
dalam
mata kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis
Disusun
Oleh:
Fasmawi
Saban Sihabudin
Dosen
:
Budi Ruhiatudin,
S.H.,M.Hum
ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam pertumbuhan ekonomi, hukum
mempunyai peranan yang sangat penting karena pada segala kegiatan ekonomi yang
berlangsung apalagi dalam kondisi pasar global saat ini,hukum memberi peran
mengatur gerak ekonomi sehingga menjadi pertumbuhan ekonomi yang sehat. Untuk
dapat tercapainya pembangunan ekonomi, diperlukan atau harus di dukung dengan
pembangunan hukum. Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai investasi
terutama dalam aspek hukumnya agar investasi di indonesia lebih baik lagi.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan investasi?
2. Apa
saja hukum – hukum dalam berinvestasi?
3. Apa
saja faktor-faktor dalam masalah investasi?
4. Bagaimana
solusi terhadap masalah-masalah investasi?
C. Tujuan
1.
Menjelaskan
secara ringkas tentang perngertian investasi
2.
Menjelaskan
secara ringkas apa saja hukum – hukum yang ada dalam investasi
3.
Menjelaskan
tentang faktor-faktor dalam masalah di investasi
4.
Menjelaskan
bagaimana solusi yang tepat untuk menangani masalah – masalah investasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Investasi
Investasi
berasal dari bahasa latin investire (memakai),
sedangkan dalam bahasa inggris, disebut dengan investment. Pandangan para ahli mengenai konsep teoritis tentang
investasi :
1. Fitzgeral
Investasi adalah
aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan dana yag dipakai untuk
mengadakan barang modal pada saat sekarang. Dengan barang modal tersebut akan
dihasilkan aliran prouk baru di masa datang (dalam Murdifin Haming dan Salim Basalamah,
2003: 4)
2. Kamaruddin
Ahmad, 1996: 3
Investasi adalah
menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh keuntungan tertentu
atas uang atau dana tersebut.
3. Ensiklopedi
Indonesia, tt: 1470
Investasi adalah
penanaman uang atau modal dalam proses produksi (dengan pembelian gedung –
gedung, permesinan, bahan cadang, penyelenggaraan uang kas, serta
perkembangannya). Dengan demikian, cadangan modal barang diperbesar sejauhtidak
ada modal barang yang harus diganti.
4. Menurut
Budi Sutrisno, dalam buku Hukum Investasi di Indonesia 2008: 33
Investasi adalah
penanaman modal yang dilakukaan oleh investor, baik investor asing maupun
domestik dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi, dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan.
B.
Sumber-sumber
Hukum Investasi
UNDANG-UNDANG
TENTANG INVESTASI
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam UU ini, yang dimaksud dengan:
1. Investasi adalah setiap jenis aktivitas investasi
oleh baik domestik maupun investor asing untuk menjalankan usaha di wilayah
Republik Indonesia.
2. Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kegiatan
investasi untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia, yang
dilakukan oleh penanam modal dalam negeri
menggunakan modal dalam negeri.
3. Penanaman Modal Asing adalah kegiatan investasi
untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia, yang dilakukan oleh
investor asing menggunakan baik modal asing sepenuhnya atau patungan modal
dengan domestik modal.
4. Investor adalah setiap individu atau perusahaan
yang membuat investasi dalam bentuk baik domestik maupun asing investor.
5. Investor dalam negeri adalah setiap individu Warga
Negara Indonesia, indonesian korporasi, negara Republik Indonesia, atau daerah
membuat investasi dalam wilayah Republik
Indonesia.
6. Pemodal Asing adalah setiap individu asing warga
negara, perusahaan asing, atau keputusan negara asing investasi dalam wilayah
Republik Indonesia.
7. Modal adalah setiap aset dalam bentuk uang atau
selain uang yang memiliki nilai ekonomi yang dimiliki bentuk oleh investor.
8. Modal asing adalah setiap modal yang dimiliki oleh
setiap negara asing, perseorangan warga negara asing, asing perusahaan, badan
hukum asing, dan / atau Bahasa Indonesia badan hukum, yang modalnya dimiliki
sebagian atau sepenuhnya oleh pihak asing.
9. Modal Dalam Negeri adalah setiap dimiliki oleh
negara bagian Republik Indonesia, perseorangan Bahasa Indonesia warga negara,
atau perusahaan atau non-korporasi.
10. Satu-Pelayanan terpadu adalah setiap lisensi atau
non-lisensi aktivitas didelegasikan atau disahkan oleh lembaga atau badan yang
memiliki lisensi atau non- lisensi otoritas, yang proses penerbitan harus mulai
dengan tahap aplikasi hingga dokumen tahap penerbitan dilakukan di satu tempat.
11. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
setiap daerah otonom untuk mengatur atau berurusan dengan kepentingan
pemerintah dan lokal komunitas bunga sesuai dengan aturan
hukum.
12. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah setiap Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945
Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
13. Pemerintah Daerah adalah setiap gubernur, bupati
atau walikota, dan instrumen daerah sebagai penyelenggara unsur pemerintah
daerah.
Pasal 2
Ketentuan dalam undang-undang ini berlaku bagi
investasi dalam setiap sektor di wilayah negara Republik Indonesia.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
(1) Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan
prinsip
dari:
a. kepastian hukum;
b. keterbukaan;
c. akuntabilitas;
d. perlakuan yang sama tanpa diskriminasi yang negara
asal;
e. kebersamaan;
f. memihak efisiensi;
g. keberlanjutan;
h. ramah lingkungan;
i. independensi;
j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
(2) Tujuan organisasi harus menjadi investasi, antara
lain:
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
b. menciptakan kesempatan kerja;
c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
d. meningkatkan daya saing usaha nasional lingkup;
e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan nasional
teknologi;
f. mendorong pengembangan ekonomi rakyat;
g. pengolahan potensi ekonomi menjadi nyata kekuatan
ekonomi dengan menggunakan dana yang berasal dari kedua dalam dan luar negeri
negara;
h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
BAB III
DASAR KEBIJAKAN INVESTASI
Pasal 4
(1) Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman
untuk:
a. mendorong terciptanya nasional yang kondusif iklim
usaha untuk investasi dalam rangka memperkuat daya saing nasional ekonomi, dan
b. percepatan peningkatan investasi.
(2) Dalam membuat kebijakan dasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) di atas, Pemerintah adalah:
a. untuk memberikan perlakuan yang sama untuk setiap
rumah tangga dan investor asing, dengan terus mempertimbangkan kepentingan
nasional;
b. untuk menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha,
dan bisnis keamanan untuk setiap investor sejak lisensi proses sampai dengan
akhir investasi sesuai dengan aturan hukum kegiatan;
c. untuk memberikan kesempatan bagi pembangunan dan
untuk memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah
perusahaan, dan koperasi.
(3) Dasar kebijakan yang ditetapkan dalam ayat (1) dan
(2) di atas harus diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum
Investasi.
BAB IV
BENTUK CORPORATION DAN KEDUDUKAN
Pasal 5
(1) Penanaman modal dalam negeri mungkin dalam bentuk
perusahaan, non-perusahaan, atau usaha perorangan, sesuai dengan aturan hukum.
(2) Kecuali ditentukan lain oleh hukum, semua asing
investasi tersebut adalah dalam bentuk perseroan terbatas perusahaan
berdasarkan hukum Republik Indonesia.
(3) Baik investor domestik maupun asing membuat
investasi dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dilakukan oleh:
a. memiliki saham ketika perusahaan tersebut
didirikan;
b. membeli saham, dan
c. melaksanakan cara lain sesuai dengan aturan hukum.
BAB V
PENGOBATAN UNTUK INVESTASI
Pasal 6
(1) Pemerintah wajib memberikan perlakuan yang sama
untuk setiap investor yang berasal dari setiap negara membuat investasi di
Indonesia berdasarkan aturan hukum.
(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku kepada investor dari negara-negara tertentu yang telah menerima hak
istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.
Pasal 7
(1) Pemerintah tidak akan menasionalisasi atau
mengambil alih hak kepemilikan dari setiap investor, kecuali melalui hukum.
(2) Dalam hal Pemerintah baik nationalises atau
mengambil alih kepemilikan hak setiap investor ditetapkan dimaksud dalam ayat
(1) di atas, Pemerintah diharuskan membayar kompensasi yang besarnya adalah
ditetapkan berdasarkan harga pasar.
(3) Apabila salah satu pihak gagal mencapai
kesepakatan pada kompensasi atau ganti rugi, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
atas, akan diselesaikan melalui arbitrase.
Pasal 8
(1) Setiap investor dapat mengalihkan aset mereka ke
yang lain mereka memilih partai sesuai dengan aturan hukum.
(2) Setiap selain yang dimaksud dalam ayat (1) aset
shall di atas merupakan aset yang dimiliki oleh negara sebagai ditetapkan oleh
hukum.
(3) Setiap investor berhak untuk melakukan transfer
atau repatriasi dalam valuta asing, antara lain:
a. modal;
b. keuntungan, bunga bank, dividen, dan lain
pendapatan;
c. dana yang diperlukan untuk:
1. pembelian mentah bahan dan mendukung bahan, produk
antara, atau final produk;
2. penggantian barang modal dalam rangka mengamankan
investasi;
d. tambahan dana wajib untuk pembiayaan investasi;
e. dana untuk pembayaran kembali pinjaman;
f. Hutang royalti atau bunga;
g. pendapatan dari perorangan asing yang bekerja di
setiap investasi perusahaan;
h. hasil penjualan atau likuidasi investasi;
i. kompensasi atas kerugian;
j. kompensasi atas pengambilalihan apapun;
k. pembayaran yang dilakukan untuk biaya bantuan
teknis, hutang pelayanan teknis dan manajemen, pembayaran yang dilakukan bawah
kontrak proyek, dan pembayaran untuk HAKI, dan
l. hasil
penjualan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas;
(4) Hak untuk melakukan transfer dan repatriasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas harus dilakukan di sesuai dengan aturan hukum.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) di
atas tidak akan prasangka ke:
a. Pemerintah berwenang untuk menerapkan aturan hukum
membutuhkan pelaporan transfer dana;
b. Pemerintah hak untuk mengumpulkan pajak dan / atau
royalti dan / atau pendapatan pemerintah lain dari sesuai dengan aturan hukum
investasi;
c. pelaksanaan hukum yang melindungi kreditur hak;
d. pelaksanaan hukum yang mencegah negara dari
kerugian.
Pasal 9
(1) Dalam hal bahwa setiap investor belum
menyelesaikan setiap hukum kewajiban:
a. baik penyidik atau Menteri Keuangan dapat meminta
bank atau lembaga lain untuk menunda hak tersebut untuk melakukan transfer dan
/ atau pemulangan, dan
b. apa pun resmi pengadilan harus berlaku demikian
penundaan hak untuk melakukan transfer setiap dan / atau repatriasi berdasarkan
gugatan.
(2) Entah Bank atau lembaga lain akan berlaku seperti
penundaan berdasarkan keputusan pengadilan yang ditetapkan di huruf b ayat (1)
sampai setelah investor telah melunasi seluruh kewajiban mereka.
BAB VI
TENAGA KERJA
Pasal 10
(1) Setiap perusahaan akan memprioritaskan investasi
di merekrut pekerja mereka warga negara Indonesia.
(2) Setiap perusahaan investasi berhak untuk
menggunakan ahli warga negara asing pada posisi tertentu dan keahlian sesuai
dengan aturan hukum.
(3) Setiap perusahaan investasi yang diperlukan untuk
meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan
bekerja sesuai dengan aturan hukum.
(4) Setiap perusahaan investasi mempekerjakan ahli
asing diminta untuk memberikan pelatihan dan transfer teknologi untuk pekerja
warga negara Indonesia sesuai dengan aturan hukum.
Pasal 11
(1) Upaya akan dikhususkan untuk menyelesaikan
industri sehubungan perselisihan dengan musyawarah antara investasi perusahaan
dan pekerja.
(2) Apabila upaya-upaya seperti yang ditetapkan dalam
ayat (1) di atas gagal terwujud, penyelesaian dilakukan melalui tiga pihak
mekanisme.
(3) Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) atas gagal terwujud, perusahaan investasi tersebut dan mereka pekerja wajib
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial mereka melalui pengadilan
hubungan industrial.
BAB VII
BIDANG USAHA
Pasal 12
(1) Setiap bidang usaha atau jenis terbuka untuk
investasi aktivitas, kecuali yang dinyatakan ditutup
dan terbuka dengan persyaratan tertentu.
(2) Bisnis bidang tertutup untuk investasi asing
adalah:
a. produksi senjata, amunisi, bahan peledak peralatan,
dan perang peralatan, dan
b. setiap sektor usaha secara eksplisit dinyatakan
tertutupberdasarkan hukum.
(3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden adalah
untuk menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk baik asing dan domestik
investasi berdasarkan kriteria kesehatan, moral, budaya,lingkungan, pertahanan
nasional & keamanan, dan kepentingan nasional lainnya.
(4) Kedua kriteria dan persyaratan bidang usaha
dinyatakan sebagai tertutup dan terbuka dengan tertentu kondisi akan menjadi
tersusun di Presidensial Peraturan.
(5) Pemerintah adalah untuk menentukan bidang usaha
yang terbuka dengan kondisi tertentu berdasarkan kriteria nasional kepentingan,
yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan dari mikro, kecil dan
menengah perusahaan, serta koperasi, pengawasan produksi dan distribusi,
peningkatan teknologi kapasitas, partisipasi modal dalam negeri, dan bersama venture
dengan perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah.
BAB VIII
INVESTASI PEMBANGUNAN UNTUK USAHA
MIKRO, KECIL DAN MENENGAH UKURAN
USAHA, DAN KOPERASI
Pasal 13
(1) Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha
dilindungi untuk mikro, kecil dan menengah perusahaan, dan koperasi, serta
usaha bidang dibuka untuk perusahaan besar dengan kondisi itu harus bekerja
sama dengan usaha mikro, kecil dan menengah ukuran perusahaan, dan koperasi.
(2) Pemerintah adalah untuk menumbuhkan dan
mengembangkan usaha mikro, kecil dan perusahaan menengah, dan koperasi melalui
program kemitraan, peningkatan daya saing program, inovasi dorongan, dan pasar
pembangunan, serta distribusi informasi untuk sejauh terjauh.
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN, DAN KEWAJIBAN
INVESTOR
Pasal 14
Setiap investor berhak untuk memperoleh:
a. kepastian hak kepastian, hukum dan perlindungan
kepastian;
b. membuka informasi tentang bidang usaha sedang
berjalan;
c. layanan, dan
d. berbagai bentuk fasilitas sesuai dengan aturan
hukum.
Pasal 15
Setiap investor harus memenuhi syarat:
a. menerapkan prinsip pengelolaan perusahaan yang
baik;
b. melaksanakan kewajiban sosial perusahaan;
c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal
dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal.
d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar
lokasi kegiatan investasi bisnis;
e. mematuhi semua aturan hukum.
Pasal 16
Setiap penanam modal bertanggung jawab untuk:
a. modal aman yang berasal dari sumber tidak Pelanggaran
dengan aturan hukum;
b. menanggung dan menyelesaikan setiap kewajiban dan
kerugian jika seperti investor menghentikan atau meninggalkan atau meninggalkan
bisnisnya kegiatan secara sepihak sesuai dengan aturan hukum;
c. menciptakan iklim usaha yang sehat kompetitif,
menahan diri dari praktek monopoli, dan hal-hal lain yang menimbulkan kerusakan
pada negara;
d. melestarikan lingkungan hidup;
e. memberikan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemakmuran bagi pekerja, dan
f. mematuhi semua aturan hukum.
Pasal 17
Setiap investor mengeksploitasi sumber daya tak
terbarukan alam diminta untuk mengalokasikan dana secara bertahap untuk
pemulihan lokasi yang memenuhi standar lingkungan kelayakan, yang
pelaksanaannya harus sesuai dengan aturan hukum.
BAB X
INVESTASI FASILITAS
Pasal 18
(1) Pemerintah adalah menyediakan fasilitas untuk
setiap investor.
(2) Investasi fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) di atas dapat diberikan kepada investor bahwa:
a. mengembangkan usahanya;
b. melakukan investasi baru.
(3) Investor menerima fasilitas sebagaimana dimaksud
pada ayat
(2) di atas harus sebagaimana yang memenuhi setidaknya
salah satu
mengikuti kriteria:
a. mempekerjakan banyak pekerja;
b. milik skala prioritas tinggi;
c. milik pembangunan infrastruktur;
d. mentransfer teknologi;
e. merintis industri baru;
f. berdomisili di daerah terpencil, daerah sepi,
perbatasan wilayah, atau area lain yang dianggap perlu;
g. melestarikan lingkungan hidup;
h. melakukan penelitian, pengembangan, dan membuat
inovasi;
i. membuat kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan
menengah ukuran perusahaan, atau koperasi;
j. menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan
diproduksi di dalam negeri.
(4) Fasilitas yang diberikan kepada investor yang
ditetapkan dalam ayat
(2) dan (3) dapat berupa:
a. laba bersih pemotongan pajak hingga tingkat
tertentu
investasi dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
b. bea masuk liburan atau pengurangan untuk diimpor
modal barang, mesin, atau peralatan dalam negeri tidak tersedia untuk produksi;
c. bea masuk liburan atau pengurangan untuk baku ,bahan
atau materi pendukung untuk produksi dalam tertentu periode dan dengan tertentu
kondisi;
d. nilai tambah tax holiday atau penundaan untuk impor
barang modal atau mesin atau peralatan dalam negeri tidak tersedia untuk
produksi dalam jangka waktu tertentu;
e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
f. Pajak Properti pengurangan, terutama dengan pasti bidang
usaha di wilayah tertentu, daerah, atau zona.
(5) Pendapatan Perseroan liburan pajak atau
pengurangan dalam jumlah tertentu dan jangka waktu dapat diberikan untuk baru
investasi dalam industri perintis, yaitu, setiap industri yang memilikiketerkaitan
yang luas, menyediakan nilai tambah tinggi dan eksternalitas, memperkenalkan
baru teknologi, nilai dan strategis untuk memiliki perekonomian nasional.
(6) Fasilitas berupa pengurangan bea masuk atau
liburan akan diberikan kepada setiap investor yang ada yang akan mengganti
mesin atau barang modal lainnya.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas fiskal
yang ditetapkan dalam ayat (4) sampai dengan (6) ditetapkan melalui Peraturan
Menteri Keuangan.
Pasal 19
Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan (5)
Pasal 18 akan diberikan berdasarkan kebijakan industri nasional yang
dikeluarkan oleh Pemerintah.
Pasal 20
Fasilitas yang diatur dalam Pasal 18 tidak berlaku
untuk asing investasi yang tidak berbentuk Perseroan Terbatas Perusahaan.
Pasal 21
Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,
Pemerintah akan memberikan layanan dan / atau lisensi kemudahan kepada perusahaan
investasi dalam memperoleh:
a. hak atas tanah;
b. imigrasi fasilitas pelayanan, dan
c. mengimpor fasilitas perizinan.
Pasal 22
(1) Kemudahan pelayanan dan / atau hak atas tanah izin
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 huruf a dapat diberikan, diperpanjang dan
diperbaharui
di muka sekaligus dan dapat diperbarui lebih lanjut
atas permintaan dari investor berupa:
a. Hak Guna Usaha (sewa) dapat diberikan untuk 95
(Sembilan puluh lima) tahun dan secara bersamaan baru dalam muka untuk 60 (enam
puluh) tahun, dan mungkin lebih jauh diperpanjang untuk 35 (tiga puluh lima)
tahun.
b. Hak Guna Bangunan (Building Hak) dapat diberikan
untuk 80 (delapan puluh) tahun dan secara bersamaan baru dalam muka selama 50
(lima puluh) tahun, dan mungkin lebih jauh diperpanjang untuk 30 (tiga puluh)
tahun.
c. Hak Pakai (Hak Pemakaian) dapat diberikan untuk 70
(Tujuh puluh) tahun dan secara bersamaan baru dalam maju selama 45 (empat puluh
lima) tahun, dan mungkin selanjutnya diperpanjang untuk 25 (dua puluh lima) tahun.
(2) Hak Tanah yang ditetapkan pada huruf a Pasal 21
dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus untuk setiap kegiatan
investasi, dengan, antara lain, berikut
kondisi:
a. investasi tersebut untuk jangka panjang dan terkait
dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia ke dalam satu lebih
kompetitif;
b. investasi tersebut dengan tingkat investasi
risiko yang memerlukan jangka panjang Return on
Investment
sesuai dengan jenis investasi kegiatan;
c. investasi tersebut tidak memerlukan area yang luas;
d. investasi tersebut menggunakan milik negara hak
atas tanah; dan
e. investasi tersebut tidak mengganggu rasa
imparsialitas dalam masyarakat serta masyarakat bunga.
(3) Hak atas Tanah dapat diperpanjang setelah
dievaluasi bahwa tanah dapat lebih digunakan sesuai dengan keadaan, sifat, dan
tujuan pemberian tersebut hak.
(4) Pemberian dan perpanjangan simultan tanah hak di
muka dan pembaharuan lebih lanjut diatur dalam ayat (1) dan (2) di atas dapat
dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman modal
menelantarkan tanah, menimbulkan kerusakan pada kepentingan umum, menggunakan
atau memanfaatkan tanah yang melanggar dengan tujuan dan Tujuan dari pemberian
seperti hak atas tanah, atau melanggar setiap aturan hukum yang berlaku untuk
pertanahan.
Pasal 23
(1) Layanan dan / atau perizinan kemudahan bagi
imigrasi fasilitas yang ditetapkan pada huruf Pasal 21 dapat diberikan untuk:
a. setiap investasi yang membutuhkan pekerja asing
untuk mewujudkan penanaman modal;
b. setiap investasi yang membutuhkan tenaga kerja
asing yang alam sementara untuk perbaikan mesin, produksi lainnya mendukung,
dan layanan purnajual;
c. setiap calon investor membuat penyelidikan dalam
investasi.
(2) Layanan dan / atau perizinan kemudahan bagi imigrasi
fasilitas yang ditetapkan pada titik a dan b ayat (1) atas diberikan setelah
investor tersebut telah direkomendasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(3) Fasilitas yang diberikan untuk investasi asing
adalah:
a. terbatas perumahan izin untuk dua (2) tahun untuk
asing investor.
b. perubahan status dari izin tinggal terbatas menjadi
izin tinggal permanen bagi asing investor setelah tinggal di Indonesia selama
dua (2) tahun berturut-turut;
c. satu tahun masuk kembali izin akan diberikan untuk
beberapa perjalanan ke setiap pemegang terbatas perumahan izin yang akan
berlaku selama dua belas (12) bulan dimulai dari hari seperti terbatas izin
tinggal terbatas diberikan;
d. dua tahun masuk kembali izin akan diberikan untuk
beberapa perjalanan ke setiap pemegang terbatas perumahan izin yang akan
berlaku selama dua puluh empat (24) bulan sejak tanggal tersebut izin tinggal
terbatas diberikan; dan
e. masuk kembali izin akan diberikan untuk beberapa
perjalanan untuk setiap pemegang izin tinggal permanen yang akan berlaku selama
dua puluh empat (24) bulan mulai dari tanggal perumahan permanen seperti izin
diberikan.
(4) Pemberian izin tinggal terbatas untuk asing
pekerja yang ditetapkan pada titik a dan b ayat (30
di atas akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Imigrasi berdasarkan rekomendasi dari Investasi Badan Koordinasi.
Pasal 24
Layanan dan / atau kemudahan perizinan untuk lisensi
impor fasilitas yang ditetapkan pada huruf c Pasal 21 dapat diberikan untuk
impor:
a. barang selama tidak melanggar hukum yang mengatur
perdagangan barang;
b. barang yang tidak memiliki dampak negatif terhadap
keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan, dan moral bangsa;
c. barang untuk relokasi pabrik dari luar negeri untuk
Indonesia;
d. barang modal atau bahan untuk kebutuhan produksi
sendiri.
BAB XI
PENGESAHAN PERUSAHAAN DAN PERIZINAN
Pasal 25
(1) Setiap investor melakukan investasi di Indonesia
akan memenuhi ketentuan Pasal 5 UU ini.
(2) Pengesahan perusahaan investasi domestik dalam
bentuk perusahaan non-korporasi akan dilakukan dalam sesuai dengan aturan
hukum.
(3) Pengesahan perusahaan investasi domestik dalam
bentuk Perseroan Terbatas harus dilakukan sesuai dengan aturan hukum.
(4) Kecuali ditentukan lain dalam hukum, investasi
apapun perusahaan harus mendapatkan izin sebelum melakukan kegiatan usaha
sesuai dengan peraturan dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang relevan.
(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas
akan diperoleh dari Layanan Satu Atap Terpadu.
Pasal 26
(1) Satu Atap Layanan Terpadu dimaksudkan untuk
membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fiskal fasilitas,
dan informasi tentang investasi.
(2) Satu Atap Layanan Terpadu harus disediakan oleh
resmi institusi atau lembaga di sektor investasi yang telah didelegasikan atau
diserahkan oleh lembaga lembaga yang memiliki kewenangan untuk membuat lisensi
atau non-lisensi di tingkat pusat, atau oleh lembaga lembaga yang memiliki
kewenangan untuk mengeluarkan lisensi atau non-lisensi di provinsi atau kabupaten
/ kota.
(3) Ketentuan mengenai metode dan pelaksanaan seperti
Satu Atap Terpadu Layanan yang ditetapkan dalam ayat (2) di atas akan diatur
dengan Peraturan Presiden.
BAB XII
KOORDINASI DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN
PENANAMAN MODAL
Pasal 27
(1) Pemerintah adalah mengkoordinasikan kebijakan
investasi antar instansi pemerintah, antara lembaga pemerintah dan Bank Sentral
(Bank Indonesia), antara Pemerintah dan Daerah Pemerintah,
dan antara itu daerah pemerintah.
(2) Koordinasi pelaksanaan dari himpunan investasi
dimaksud dalam ayat (1) di atas harus dilakukan oleh Koordinasi Penanaman
Modal.
(3) Dewan Koordinasi Penanaman Modal diatur dalam ayat
(2) di atas harus dipimpin oleh seorang Ketua yang akan langsung melaporkan
kepada Presiden.
(4) Ketua set Badan Koordinasi Penanaman Modal
dimaksud dalam ayat (3) di atas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pasal 28
(1) Dalam koordinasi pelaksanaan investasi, Badan
Koordinasi Penanaman Modal harus memiliki tugas dan fungsi:
a. Untuk melaksanakan tugas dan koordinasi untuk
pelaksanaan kebijakan apapun di investasi sektor.
b. Untuk mempelajari dan merekomendasikan kebijakan
investasi pelayanan;
c. Untuk menentukan norma, standar, dan prosedur
pelaksanaan kegiatan investasi dan pelayanan;
d.Untuk mengembangkan peluang investasi dan potensi di
daerah dengan memberdayakan perusahaan;
e. Untuk membuat peta penanaman modal Indonesia;
f. Untuk mempromosikan Investasi;
g. Untuk mengembangkan bidang bisnis investasi melalui
pengembangan investasi oleh, antara lain,
meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing,
menciptakan sehat bisnis kompetisi, dan dengan memberikan informasi sebanyak
dalam lingkup kegiatan investasi;
h. Untuk membantu memecahkan masalah dari berbagai
kendala dan
memberikan konsultasi tentang masalah yang dihadapi
oleh investor dalam melakukan investasi mereka.
i. Untuk mengkoordinasikan investor domestik dalam
membuat investasi di luar wilayah Indonesia; dan
j. Mengkoordinasikan dan melaksanakan Satu Atap
Pelayanan Terpadu. (2) Selain tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) Pasal 27, Investasi Koordinasi Dewan akan ditugaskan untuk menyediakan
layanan investasi berdasarkan aturan hukum.
Pasal 29
Dalam melaksanakan tugasnya, fungsi, dan One-Stop
Terpadu Layanan, Badan Koordinasi Penanaman diperlukan untuk melibatkan
langsung para wakil setiap sektor dan relevan wilayah, serta pejabat yang
memiliki kompetensi dan otoritas.
BAB XIII
ORGANISASI INVESTASI
Pasal 30
(1) Pemerintah Pemerintah dan / atau regional harus
memberikan bisnis kepastian dan keamanan dalam pelaksanaannya investasi.
(2) Pemerintah daerah adalah untuk mengatur investasi
urusan di bawah otoritas mereka, kecuali yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(3) Pemerintah daerah adalah untuk mengatur investasi
urusan di bawah otoritas mereka berdasarkan kriteria eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi.
(4) Pemerintah adalah untuk mengatur lintas provinsi
investasi.
(5) Pemerintah daerah adalah untuk mengatur lintas
kabupaten investasi.
(6) Kabupaten / kota adalah untuk mengatur investasi
mereka masing daerah.
(7) Investasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah
adalah:
a. Mereka berhubungan dengan non-terbarukan alam
sumber daya yang memiliki kerusakan lingkungan yang tinggi risiko.
b. Mereka industri sektor yang sangat diprioritaskan
di tingkat nasional.
c. Yang terkait dengan pemersatu dan penghubung fungsi
antara daerah atau mereka yang lintas
provinsi lingkup.
d. Yang terkait dengan pelaksanaan pertahanan dan
keamanan nasional.
e. Setiap investasi asing dan investor menggunakan
modal asing, yang berasal dari pemerintah
negara lain, berdasarkan kesepakatan mengadakan antara
Pemerintah dan pemerintah seperti dari
negara lain.
f. Setiap lain investasi di bawah kewenangan Menurut
hukum pemerintah.
(8) Dalam investasi mengorganisir di bawah kewenangan
Pemerintah, sebagaimana dimaksud pada ayat (7) di atas, Pemerintah dapat
mengaturnya sendiri, melimpahkannya kepada gubernur sebagai wakil, atau
menetapkan ke pemerintah kabupaten / kota.
(9) Ketentuan mengenai pembagian investasi organisasi
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
KHUSUS EKONOMI ZONE
Pasal 31
(1) zona ekonomi khusus dapat ditetapkan dan
dikembangkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi di tertentu daerah yang
bersifat strategis nasional pembangunan ekonomi, serta menjaga keseimbangan
kemajuan daerah.
(2) Pemerintah berwenang menetapkan investasi terpisah
kebijakan ekonomi khusus seperti
zona.
(3) Ketentuan mengenai zona ekonomi khusus yang
ditetapkan dalam ayat (1) di atas diatur dengan hukum.
BAB XV
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 32
(1) Dalam hal terjadi sengketa di sektor investasi
antara Pemerintah dan setiap investor, kedua pihak harus mengabdikan upaya
seluruh mereka untuk menyelesaikan dengan musyawarah.
(2) Dalam hal penyelesaian seperti diatur dalam ayat
(1) di atas gagal, sengketa tersebut wajib
diselesaikan melalui arbitrase atau penyelesaian
alternatif atau pengadilan sesuai dengan aturan
hukum.
(3) Dalam hal terjadi sengketa di sektor investasi
antara Pemerintah dan setiap investor domestik, kedua pihak dapat
menyelesaikannya melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan antara mereka, dan
jika penyelesaian tersebut melalui arbitrase gagal, perselisihan tersebut akan
diselesaikan oleh
pengadilan.
(4) Dalam hal terjadi sengketa di sektor investasi
antara Pemerintah dan setiap investor asing, kedua pihak dapat menyelesaikannya
melalui arbitrase internasional yang
perjanjian antara mereka.
BAB XVI
SANKSI
Pasal 33
(1) Baik investor domestik dan asing dalam bentuk
Terbatas Perseroan dilarang masuk ke perjanjian dan / atau membuat pernyataan
berbagi mengkonfirmasikan saham pada perseroan terbatas dan nama pihak lain.
(2) Dalam hal baik domestik maupun investor asing
masuk ke dalam perjanjian dan / atau membuat pernyataan yang ditetapkan pada
ayat (1) atas perjanjian, dan / atau pernyataan harus batal demi hukum demi
satu hukum.
(3) Dalam hal bahwa setiap investor menjalankan bisnis
berdasarkan perjanjian dan / atau kontrak kerja dengan Pemerintah melakukan kejahatan
korporasi berupa tindak pidana perpajakan, menandai atas biaya pemulihan atau
biaya lain untuk mengurangi keuntungan yang akan menimbulkan kerusakan bagi
negara. Berdasarkan temuan atau audit oleh pejabat yang berwenang
dan telah menerima keputusan pengadilan yang permanen
kekuatan hukum, Pemerintah mengakhiri seperti perjanjian dan / atau kontrak
kerja.
Pasal 34
(1) Setiap perusahaan atau perorangan yang diatur
dalam Pasal 5 yang gagal memenuhi kewajibannya berdasarkan Pasal 15, mereka
mungkin menerima sanksi administratif
berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Bisnis pembatasan;
c. Penangguhan dari bisnis dan / atau investasi
fasilitas, atau
d. Pencabutan izin usaha dan / atau investasi
fasilitas.
(2) Resmi instansi atau lembaga sesuai dengan ketentuan
hukum akan mengeluarkan sanksi administratif yang ditetapkan pada ayat (1) di
atas.
(3) Selain sanksi administrasi perusahaan, seperti
atau individu dapat menerima sanksi lain sesuai dengan aturan hukum.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35
Setiap perjanjian internasional, baik bilateral,
regional, atau multilateral, dalam sektor investasi yang telah disetujui oleh
Pemerintah Indonesia sebelum penerbitan UU ini tetap berlaku sampai dengan
berakhirnya seperti perjanjian.
Pasal 36
Rancangan perjanjian internasional, baik bilateral,
regional, maupun multilateral, dalam sektor investasi tidak memiliki telah
disetujui oleh Pemerintah Indonesia pada saat ini penerbitan undang-undang ini
disesuaikan dengan hukum ini.
Pasal 37
(1) Ketika hukum ini efektif, ketentuan hukum di
bentuk aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor: 1 dari 1967 tentang Penanaman
Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 1970
tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Investasi Asing, serta Undang-Undang Nomor: 6 dari 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 1970
tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN
tetap berlaku selama mereka tidak bertentangan mereka undang-undang ini dan
selama sebagai aturan pelaksanaan baru untuk undang-undang ini belum harus
dibuat.
(2) Setiap persetujuan investasi dan implementasi
mengizinkan diberikan oleh Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor: 1 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Investasi Asing, serta Undang-Undang Nomor: 6 dari
1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan
Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri,
tetap berlaku sampai mereka terminasi.
(3) Setiap permintaan investasi dan permintaan lainnya
mengenai investasi diserahkan kepada instansi yang berwenang sebelum penerbitan
Undang-undang ini, tetapi sampai dengan tanggal hukum ini dikeluarkan belum
disetujui oleh Pemerintah, disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini.
(4) Setiap perusahaan investasi menerima izin usaha
dari Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor: 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Asing Investasi, serta Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dapat
memperbarui izin usaha tersebut berdasarkan hukum ini ketika berakhir
C.
Faktor-
faktor dalam masalah investasi
Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan
dalam melakukan kegiatan investasi di suatu negara yaitu :
1. Faktor Politik.
Salah satu yang menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanamkan modalnya ke
suatu negara adalah kondisi politiknya stabil atau tidak. Untuk mengundang
investor asing dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara, maka ada beberapa
hal yang harus diperhatikan yakni:
·
Bahwa
kesalahan(legitimacy) pemerintah yang sedang berkuasa berada pada tingkat
yangtinggi, oleh karena itu kesalahan yang tinggi tersebut patut diduga
tidakakan menjamin kontinuitas dari pemerintah yang bersangkutan.
·
Pemerintah harus
dapat menciptakan suatu iklim yang merangsang untuk investor asing. Artinya kepada
investor asing harus diberikan keyakinan bahwa modal yang mereka tanamkan akan
memberi keuntungan yang wajar.
·
Pemerintah perlu
memberikan jaminan kepada para penanammodal asing tersebut, bahwa dalam hal
terjadinya goncangan politik didalam negeri, maka modal mereka akan dapat
dikembalikan kepadapemiliknya dan badan usaha mereka tidak dinasionalisasikan.
·
Pemerintah harus
dapat menunjukkan bahwa pemerintah itu mempunyaikesungguhan dalam memperbaiki
administrasi negaranya, agar dalamhubungannya dengan investor asing itu, maka
permintaan izin dan hal lainyang menyangkut pembinaan usaha tidak mengalami
perubahan-perubahanbirokratisme yang negatif, akan tetapi dapat berjalan lancar
dan
memuaskan.
Di sini terlihat yang sering menjadi perhatian investor adalah risiko yang akan
dihadapi atas legitimasi dari pemerintah yang sedang
berkuasa.
2. Faktor Ekonomi.
Faktor ekonomi dan politik dalam investasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain, artinya adanya stabilitas politik dapat menggerakkan roda
perekonomian.
3. Faktor Hukum.
Faktor hukum ini berkaitan dengan perlindungan yang diberikan pemerintah bagi
kegiatan investasi. Daya tarik investor untukmenanamkan modalnya sangat
tergantung pada sistem hukum yangmampu menciptakan kepastian hukum (legal
certainty), keadilan (fairness), dan efisiensi (efficiency). Bagi investor
asing, hukum dan UU menjadi satu tolok ukur untuk menentukan kondusif tidaknya
iklim investasi di suatu negara. Infrastruktur hukum bagi investor menjadi
instrumen pentingdalam menjamin investasi mereka. Hukum bagi mereka memberikan keamanan,
certainty dan predictability atas investasi mereka. Semakin baik kondisi hukum
dan UU yang melindungi investasi mereka, semakin tinggi minat investor untuk
berinvestasi.
Untuk mewujudkan
sistem hukum yang mampu mendukung iklim investasi diperlukan
aturan yang jelas mulai dari izin untuk
usaha sampai dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan
perusahaan. Kata kunci untuk mencapai kondisi ini adalah adanya penegakan
supremasi hukum (rule oflaw). Dengan demikian, hukum turut memainkan peran
penting dalam
menciptakan iklim investasi yang
kondusif. Bagaimana hukum dapatberperan dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif?
J. D. Nyhart mengatakan bahwa hukum harus mengandung prinsip-prinsip predictability,procedural capability,
codification of goals, education, balance, definitionand clarity of status,
serta accommodation agar hukum tersebut mampuberperan dalam menggerakkan
ekonomi.
Ø Hukum
investasi harus memenuhi untuk keterprediksian (predictability).
Artinya
peraturan perundang-undangan yang dapat ditegakkan secara pasti, akan
menjadikan suatu keadaan terprediksi sesuai aturan hukumyang ada. Keadaan yang
demikian sangat penting bagi kegiatan investasi,karena dengan kondisi yang
terprediksi secara akurat dan pasti orang akanberani melakukan
tindakan-tindakan ekonomi dalam investasi. Peraturanyang selalu berubah-ubah,
penegakan yang tidak pasti dan multitafsir akanmenimbulkan keraguan bagi investor
untuk menanamkan modal.
Ø Kemampuan
prosedural (procedural capability)
dilihat dari kemampuan prosedur yang diciptakan oleh suatu sistem hukum dalam
menyelesaikanmasalah yang dibawa kepadanya. Misalnya dalam mengatur
peradilantribunal (court of administratif tribunal), penyelesaian sengketa di
luar pengadilan (alternative dispute resolution), dan penunjukan
arbiterkonsiliasi (conciliation) serta lembaga-lembaga yang berfungsi sama
dalam penyelesaian sengketa. Pada dasarnya investor tidak akan tertarik
jikaprosedural hukum tidak dapat ditegakkan secara pasti. Di Indonesia keadaan
ini sangat memprihatinkan dalam rangka upaya menarik investor.Putusan-putusan
badan peradilan yang tidak terprediksi, prosedur
penyelesaian
sengketa perburuhan yang kurang efektif mengurangi
kepercayaan
investor.
Ø Selanjutnya
yang penting untuk dipahami adalah faktor codification
ofgoals. Harus dipahami bersama oleh seluruh komponen bangsa bahwahukum
dibuat oleh pembuat hukum ditujukan untuk pembangunan negara,untuk kepentingan
orang banyak, dan tidak sekedar untuk kepentingansekelompok orang tertentu.
Ø Agar
mempunyai kemampuansecara efektif, harus ada unsur pendidikannya (education) dan selanjutnyadisosialisasikan
kepada masyarakat. Sosialisasi akan membantu menciptakan suasana yang
transparan. Dalam kaitannya, peraturan-peraturanterkait investasi terbuka
secara umum dan mudah diakses olehsiapa saja yang berkeinginan melakukan
kegiatan investasi. Transparansiini tidak saja mencakup segi prosedural
administratif, juga yang terpentingadalah transparansi dan kepastian biaya.
Ø Unsur
lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa hukum itu berperanmenciptakan
keseimbangan (balance), karena hal
ini berkaitan denganinisiatif pembangunan ekonomi. Dalam kaitannya dengan
peraturaninvestasi, maka substansi peraturan investasi harus mampu
menciptakankeseimbangan antara kepentingan investor dengan kepentingan
masyarakat,
negara, keinginan investor, dan tujuan yang ingin dicapai pemerintah host
country dan keseimbangan antara kepentingan investor asing dan domestik.
Ø Dengan
demikian, hukum investasi harus dapatmengakomodasi (accomodation) keseimbangan, definisi dan status yangjelas bagi
kepentingan individu-individu atau kelompok-kelompok dalammasyarakat.
Ø Terakhir,
hukum itu harus berperan dalam menentukan definisi dan statusyang jelas (definition and clarity of status)
mengenai segala sesuatu dariorang yang melakukan kegiatan investasi, dalam hal
ini dapat berupaketegasan definisi, pengaturan, dan status terhadap investor
asing dankegiatan-kegiatan yang mereka lakukan.
Selain faktorpolitik,
ekonomi, dan hukum, ada beberapa faktor yang tidak kalah penting
untuk dipertimbangkan sebelum
melakukan kegiatan investasi, antara lainsebagai berikut:
a) Risiko Menanam Modal (Country
Risk)
Masalah country risk merupakan
faktor yang cukup dominan yang menjadi dasar pertimbangan dalam melakukan
kegiatan investasi. Salah satu aspek dari country risk yang sangat diperhatikan
oleh calon investor adalah aspek stabilitas politik dan keamanan.
b) Rentang Birokrasi (Red Tape)
Birokrasi yang terlalu panjang
biasanya dapat menciptakan situasi yang kurang kondusif bagi kegiatan penanaman
modal sehingga dapat mengurungkan niat investor, karena birokrasi yang panjang
berarti ada biaya tambahan yang akan memberatkan para calon investor. Hal ini dapat
mengakibatkan usaha yang akan dilakukan tidak layak (feasible) dalam melakukan
kegiatan investasi.
c) Transparansi dan Kepastian Hukum
Adanya transparansi dalam proses
dan tata cara penanaman modal akan menciptakan suatu kepastian hukum serta
menjadikan segala sesuatunya menjadi mudah diperkirakan (predictability).
Sebaliknya, tidak adanya transparansi dan kepastian hukum akan menjadikan sering
berubah-ubah kebijakan, misalnya dalam membuat daftar skala prioritas serta
daftar negatif investasi (negative list) di bidang investasi.
d) Alih Teknologi
Adanya peraturan kewajiban alih teknologi
dari negara tuan rumah (host country) dapat mengurangi minat penanam modal
mengingat bagi mereka teknologi yang mereka gunakan merupakan modal yang sangat
berharga dalam mengembangkan usahanya. Sumantoro mengatakan ada 4 (empat)
hambatan dalam alih teknologi:
§ Pertama,
hambatan yang timbul dari dari ketidaksempurnaan pasarteknologi;
§ Kedua,
hambatan yang disebabkan oleh kurangnya pengalaman danketerampilan. Pihak
negara penerima teknologi/negaraberkembang dalam menyelesaikan perjanjian hukum
yangmemadai untuk memperoleh teknologi tersebut;
§ Ketiga,
hambatan dari sikap pemerintah baik legislatif maupunadministratif di negara
maju atau negara berkembang yangmempengaruhi pelaksanaan alih teknologi dan
perolehannyabagi pihak penerima teknologi di negara berkembang;
§ Keempat,
berupa hambatan seperti sumber keuangan karena tingginyabiaya teknologi bagi
negara berkembang, terutama dalammenemukan faktor-faktor yang menentukan harga
yanglayak.
e) Ketenagakerjaan
Sebagaimana disadari, antara
masalah penanaman modal dengan masalah ketenagakerjaan terdapat hubungan timbal
balik yang sangat erat. Penanaman Modal di satu pihak memberikan implikasi
terciptanya lapangan kerja yang menyerap sejumlah tenaga kerja di berbagai sektor
sementara di lain pihak kondisi sumber daya manusia yang tersedia dan situasi
ketenagakerjaan yang melingkupinya akan memberikan pengaruh yang besar pula
bagi kemungkinan peningkatan
atau penurunan penanaman modal.
f) Ketersediaan Infrastruktur
Tersedianya jaringan infrastruktur
yang memadai akan sangat berperan dalam menunjang keberhasilan suatu kegiatan
penanaman modal, hal itupun menjadi faktor yang penting sebagai pertimbangan
bagi para calon investor. Tersedianya jaringan infrastruktur pokok, seperti perhubungan
(darat, laut, dan udara), energi, serta sarana telekomunikasi biasanya
merupakan faktor yang sangat diperlukan oleh calon investor.
D.
Solusi
terhadap masalah-masalah investasi ( Penyelesaian sengketa Investasi)
Cara yang ditempuh investor
domestik untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara pemerintah indonesia
dengan investor domestik, yaitu :
1.
Penyelesaian
sengketa melalui nonlitigasi/ alternative dispute resolution (ADR)/ melalui
pengadilan. Ada 5 cara penyelesaian sengketa melalui ADR ini yaitu :
·
Konsultasi
·
Negosiasi
·
Mediasi
·
Konsiliasi
·
Penilaian ahli
Apabila kelima cara itu
tidak dapat diselesaikan, maka salah satu pihak yang dirugikan dapat mengajukan
persoalan ke pengadilan.
Dalam pasal 32 UU no.25
tahun 2007 tentang penanaman modal telah ditentukan cara penyelesaian sengketa
yang timbul dalam penanaman modal antara pemerintah dengan investor domestor.
Cara cara itu adalah :
ü Musyawarah
dan mufkat
ü Arbitrase
ü Alternatif
penyelesaian sengketa
ü Pengadilan
2.
Penyelesaian
sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu pola penyelesaian sengketa
yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, dimana dalam penyelesaian
sengketa itu diselesaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat mengikat.
Penggunaan sistem litigasi mempunyai keuntungan dan kekurangan dalam
penyelesaian sengketa. Keuntungannya yaitu sebagai berikut.
a. Dalam
mengambil alih keputusan dari para pihak, litigasi sekurang – kurangnya dalam batas
tertentu menjamin bahwa kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan dapat
menjamin ketentraman sosial.
b. Litigasi
sangat baik untuk menemukan keslahan-kesalahan dan masalah-masalah dalam posisi
pihak lawan.
c. Litigasi
memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan peluang yang
luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum mengambil
keputusan.
d. Litigasi
membawa nilai – nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi.
e. Dalam
sistem litigasi para hakim menerapkan nilai-nilai asyarakat yang terkandung
dalam hukum untuk menyelesaikan masalah.
Namun, litigasi juga
mempunya beberapa kekurangan (Garry Goodpaster, dkk., 1995: 6), yaitu :
a. Memaksa
para pihak pada posisi yang eksteren.
b. Memerlukan
pembelaan (advocasy) atas setiap maksud
yang dapat mempengaruhi keputusan.
c. Menyita
waktu dan meningkatkan biaya keuangan.
d. Fakta-fakta
yang dapat dibuktikan membentuk kerangka persoalan, para pihak tidak selalu
mampu mengungkapkan kekhawatiran mereka yang sebenarnya.
e. Tidak
mengupayakan untuk memperbaiki atau memulihkan hubungan para pihak yang
bersengketa.
3. Penyelesaian sengketa melalui alternatif
Penyelesaian sengketa
melalui alternatif penyelesaian sengketa
(ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur
yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat
(10) Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Pilihan Penyelesaian Sengketa).
Apabila kita mengacu
pada ketentuan Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, cara
penyelesaian sengketa melalui ADR dibagi mencadi lima cara, yakni:
1. Konsultasi
2. Negosiasi
3. Mediasi
4. Konsiliasi,
atau
5. Penilaian
ahli.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Agar
tercipta investasi yang sehat maka harus didukung oleh:
·
Faktor politik :
politik negara harus stabil
·
Faktor ekonomi :
ekonomi negara juga harus stabil
·
Faktor hukum :
harus diciptakan hukum investasi yang kuat agar para investor merasa lebih
terlindungi
SARAN
Agar
tercipta ikim investasi yang kondusif maka harus ada hukum yang benar-benar
mengikat kepada investor baik domestik maupun asing.
DAFTAR
PUSTAKA
Salim,dan Sutrisno, Budi.2008.Hukum Investasi di Indonesia. Raja Grafindo Persada
: Jakarta.
Imam,Ghozali,dan
Sugiyanto.2002.Meneropong Hitam Putih Pasar Modal. Gama Media:
Yogyakarta.
Diakses:http://muhammadyusuf.blogspot.com/read/2011/09/24/14553675/hukumivestasidiindonesia
Pada pukul 13.43 WIB, Hari Selasa,3 April 2012.